Kasunyatan itu bisa dipelajari dari konsep filter bubble—konsep algoritma yang membaca perilaku pengguna media sosial. Eli Pariser berargumen, siapa yang kita pilih sebagai teman, link berita yang kita bagi, halaman favorit yang kita suka, dan tautan yang kita buka, dibaca oleh filter bubble dan membentuk identitas kita di media sosial.
Ibarat perahu, penumpang media sosial akan selalu mobat-mabit, moncat-mancit, rubuh-rubuh gedhang, karena cara berpikir yang tidak seimbang akan menciptakan goncangan-goncangan.Kebaikan-kebaikan menghasilkan pertengkaran. Kewajaran-kewajaran memproduksi permusuhan. Inisiatif-inisiatif kebersamaan menghasilkan kebencian. Semangat dan ajakan untuk menyelamatkan kasih sayang dan perlunya bebrayan dan prinsip lira’arofu, memunculkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Rasionalisme bukan satu-satunya cara melawan berita hoax, walaupun Zuckerberg menyebut hal pertama yang akan dilakukan dalam perang melawan berita bohong ini adalah memperbaiki teknologi untuk mengenali mana berita palsu sebelum mereka menyadarinya.
3. Tumbal dalam Penyebaran Isu Hoax, Efek Lemahnya UU ITE
Dalam ketentuan umum UU ITE, kata "menyebarkan" lebih dapat dimengerti sebagai pelaku pertama yang mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Intinya, pelaku dalam hal ini adalah orang atau pihak yang pertama sekali memproduksi informasi. Mengolah dari bukan informasi menjadi informasi. Kalau hanya untuk pelaku pertama dikenakan pasal ini, maka jelas UU ITE sangat lemah.
Karena pasal-pasal UU ITE sangat lemah, maka pola kejahatan penyebaran informasi bohong pun dapat didesain sedemikian rupa. Dalam konteks Proxy War, tumbal disiapkan yakni pelaku pertama. Dan itu sah-sah saja. Setelah pelaku pertama memproduksi informasi, pelaku-pelaku berikutnya dengan sengaja atau tidak sengaja mengeroyok "tombol share" sehingga orang-orang yang tidak tahu menjadi tahu.
Senjata yang telah terbukti mampu memecah-belah bangsa Indonesia adalah "devide et impera". Ini telah terbukti memampukan Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Kemudahan rakyat Indonesia dihasut sudah diketahui oleh dunia sebelum kita-kita yang sedang membaca ini lahir. Oleh karena itu, kita pun tidak tahu kalau kelemahan ini dimanfaatkan untuk menghancurkan kita. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H