Aksi 4 November yang berawal dengan damai dan tertib malah diakhiri dengan kericuhan. Aksi yang digelar oleh ormas islam di seluruh Indonesia ini dilatarbelakangi oleh ucapan Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama yang melakukan penistaan agama.
Pada awalnya aksi ini berlangsung dengan damai sampai sekitar pukul 18.00 WIB. Hingga pada akhirnya massa terprovokasi dan kericuhan mulai tampak dan dengan terpaksa kepolisian memukul mundur massa menggunakan gas air mata.
Presiden Joko Widodo pun seusai aksi ini melontarkan pernyataan bahwa ada kepentingan politik di balik ricuhnya aksi damai 4 November. Presiden menganggap ada aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi.
Melihat hal ini, Kompasiana pun tertarik untuk melakukan jajak pendapat. Melalui kolom Pro Kontra, Kompasiana melontarkan statement "Demo 4 November Ditunggangi Kepentingan Politik," dan hasilnya sebanyak 21 Kompasianer menyatakan sependapat sedangkan 4 Kompasianer lainnya menyatakan bertentangan.
Salah satu yang menilai bahwa aksi ini ditunggangi kepentingan politik adalah Kompasianer Saktya Alief Al Azhar. Menurutnya memang ada indikasi kuat bahwa ada kepentingan politik pada aksi 4 November kemarin. Pasalnya aksi tersebut menjadi aksi terbesar dalam sejarah yang menghadirkan orang dari berbagai daerah di penjuru Indonesia.
"Kepentingannya bisa kita kaitkan dengan pemilihan gubernur yang akan dilakukan pada Februari 2017 mendatang. Terlebih, Ahok adalah salah satu kandidat yang kuat saat ini," tulis Saktya dalam kolom komentar.
Ia pun menambahkan bahwa dari berbagai pihak pasti ada saja yang ingin memprovokasi umat islam. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut maksud pernyataan Ahok tersebut tidak bermaksud untuk menistakan agama.
Bukan hanya Saktya, kompasianer lainnya yang menyatakan bahwa ada intrik politik di balik aksi ini adalah Agus Santoso. Ia menilai saat momen perebutan kursi DKI-1 ada banyak sekali hal-hal yang menjadi sensitif. Mengingat masa pilpres 2014 lalu seluruh elemen masyarakat telah turut andil dalam menentukan pemimpinnya.
"Sama halnya dalam pilkada DKI, entah karena buntut iri atas pilpres lalu (meski hal ini pasti akan ditampik dengan alibi-alibi manis) atau merasa menjadi diri yang lebih baik daripada yang lain," tulis Agus.
Melihat terjadinya kerusuhan ini, pemerintah pun telah mengambil langkah antisipatif. Komisi III DPR dengan segera membentuk Tim Pengawas Proses Hukum Kerusuhan 4 November ini.
Anggota Komisi III DPR, Sufmi Dasco Ahmad pun mengatakan dalam aksi tersebut muncul berbagai pandangan dan sikap, lalu timbul polemik yang meresahkan warga. Menurutnya, tim pengawas ini dibentuk agar publik mendapat ketenangan dan kepastian hukum.
Tentu saja ada juga yang menilai bahwa aksi 4 November ini sama sekali tidak ditunggangi kepentingan politik. Salah satunya yang menilai demikian adalah Fachrur Rozi Nasution. Ia meyakini bahwa aksi 4 November ini semata-mata hanya untuk membela agama, bukan atas kepentingan politik.
"Bahkan, jika ternyata dalam dua minggu ini (setelah aksi) tidak ada pemeriksaan terhadap Ahok, kemungkinan akan ada lebih banyak lagi yang turun ke jalan untuk menuntut kesamaan di mata hukum," tulis Fachrur.
Kepolisian melalui Bareskrim sendiri telah menetapkan Ahok sebagai tersangka pasca gelar perkara pada 14 November lalu. Ahok ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 156 a Kitab UU Hukum Pidana Jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Kompasianer Imam Santoso pun menyatakan hal senada. Menurutnya demo apapun akan selalu dituding ada yang menunggangi meskipun sebenarnya tidak. Dan semuanya akan kembali pada penilaian masyarakat sepenuhnya.
"Tapi yang menilai akhirnya adalah masyarakat, dan 2 juta masyarakat itu bukan kumpulan orang bodoh tapi mereka adalah orang yang bertindak dengan nurani," tulis Imam.
(YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H