28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Dalam sumpah yang digaungkan, salah satunya tertulis bahwa para pemuda Indonesia berjanji akan menjunjung bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia.
Namun, jika kita lihat saat ini ada banyak sekali pemuda yang justru tidak memenuhi janji ini. "Agar terlihat lebih keren" mungkin menjadi salah satu alasan mengapa bahasa Indonesia sedikit demi sedikit tertutup oleh bahasa asing.
Kita memang tidak bisa mengelak jika bahasa asing menjadi salah satu hal vital dalam kehidupan, apalagi menghadapi era globalisasi. Tapi tentu saja kita juga tidak bisa membiarkan bahasa ibu yang seharusnya kita budayakan malah termarginalkan.
Melihat fenomena ini, Kompasiana tertarik untuk membuat sebuah jajak pendapat dengan melontarkan statement "Pemuda Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia dengan Semestinya." Dan hasilnya, sebanyak 4 Kompasianer setuju dengan pendapat ini dan 3 Kompasianer lainnya menyatakan bertentangan.
Salah satu yang menyatakan setuju bahwa pemuda Indonesia saat ini tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan semestinya adalah Paulus Kumentas. Menurutnya, hal ini dikarenakan pemuda Indonesia menghadapi era globalisasi yang sangat diidentikan dengan penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Hal inilah yang menjadi pemicu terbesar penggunaan bahasa Indonesia yang dicampuradukkan dengan bahasa Inggris.
"Untuk menunjukkan tingkat intelektual seseorang. Sangat disayangkan bahwa kecerdasan bahasa sangat diidentikkan dengan tingkat intelektualitas," tulis Paulus.
Paulus pun mempertanyakan apakah orang Indonesia yang berbicara dalam bahasa Inggris atau campuran bahasa Indonesia dan Inggris memang lebih cerdas dan terdidik daripada orang Indonesia yang seratus persen berbicara dalam bahasa Indonesia? Tentu saja tidak menurutnya.
Berbicara soal bahasa, pemerintah memiliki pijakan hukum untuk membuat bahasa Indonesia tetap membumi. Adalah Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang mengatur dalam butir-butir penting tentang bahasa Indonesia.
Misalnya dalam Pasal 25 ayat 3, bahasa Indonesia diatur sebagai bahasa resmi negara. Disebutkan juga fungsinya sebagai pengantar pendidikan juga komunikasi tingkat nasional. Selain itu fungsi lainnya disebutkan untuk pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan bahasa media massa.
Atau ambil contoh lainnya yaitu pada Pasal 36 Ayat 3. Yang menyatakan kewajiban yang sama juga untuk penamaan merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
"Narsisme inilah penyebab anggapan bahwa segala yang bukan dari Indonesia adalah lebih keren, gaul dan pintar," tulisnya.
Meski bukan semata-mata bukan mempermasalahkan pemakaian bahasa, karena sejatinya bahasa Indonesia digunakan sebagai pemersatu. Tapi tetap saja sangat disayangkan jika mereka menggunakan bahasa asing hanya untuk terlihat lebih keren.
Namun berbeda dengan Kompasianer Abdul Havidz ia memiliki pemikiran yang berbeda dengan dua Kompasianer sebelumnya. Ia menganggap bahwa masih banyak pemuda pemudi yang menggunakan bahasa Indonesia dengan semestinya, tidak mencampuradukkan bahasa asing dan menjadi para penjaga bahasa.
Menurutnya kita tidak bisa hanya melihat para pemuda yang berada di lingkungan elit seperti di kota-kota besar. Karena masih banyak pemuda di Indonesia yang menggunakan bahasa dengan semestinya.
"Namun, perlu kita tahu wahai saudara-saudaraku bahwa hampir seluruh pemuda masih menggunakan bahasa Indonesia dengan semestinya. Untuk menghindari terjadinya statement tersebut, mari kita kampanyekan kepada saudara - saudara kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari - hari," tulis Abdul.
Bukan hanya Abdul, Sudaryono Arch pun menyatakan senada. Menurutnya masih banyak pemuda yang memiliki rasa nasionalisme tinggi dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, namun mereka tidak pernah diekspos oleh media.
Bahasa Indonesia sejatinya bukan hanya sebagai sarana berkomunikasi, lebih dari itu bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa. Ia menjadi sebuah kebanggaan nasional dan alat pemersatu bangsa.
Meski demikian, Indonesia bukan bangsa yang anti bahasa asing. Tidak ada batasan untuk menyerap bahasa asing yang sulit dicari padanan katanya. Namun, bahasa Indonesia harus tetap dibumikan, harus tetap dilestarikan. Dan sebagai pemuda, sudah menjadi hal wajib untuk kita menjaganya. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H