"Narsisme inilah penyebab anggapan bahwa segala yang bukan dari Indonesia adalah lebih keren, gaul dan pintar," tulisnya.
Meski bukan semata-mata bukan mempermasalahkan pemakaian bahasa, karena sejatinya bahasa Indonesia digunakan sebagai pemersatu. Tapi tetap saja sangat disayangkan jika mereka menggunakan bahasa asing hanya untuk terlihat lebih keren.
Namun berbeda dengan Kompasianer Abdul Havidz ia memiliki pemikiran yang berbeda dengan dua Kompasianer sebelumnya. Ia menganggap bahwa masih banyak pemuda pemudi yang menggunakan bahasa Indonesia dengan semestinya, tidak mencampuradukkan bahasa asing dan menjadi para penjaga bahasa.
Menurutnya kita tidak bisa hanya melihat para pemuda yang berada di lingkungan elit seperti di kota-kota besar. Karena masih banyak pemuda di Indonesia yang menggunakan bahasa dengan semestinya.
"Namun, perlu kita tahu wahai saudara-saudaraku bahwa hampir seluruh pemuda masih menggunakan bahasa Indonesia dengan semestinya. Untuk menghindari terjadinya statement tersebut, mari kita kampanyekan kepada saudara - saudara kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari - hari," tulis Abdul.
Bukan hanya Abdul, Sudaryono Arch pun menyatakan senada. Menurutnya masih banyak pemuda yang memiliki rasa nasionalisme tinggi dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, namun mereka tidak pernah diekspos oleh media.
Bahasa Indonesia sejatinya bukan hanya sebagai sarana berkomunikasi, lebih dari itu bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa. Ia menjadi sebuah kebanggaan nasional dan alat pemersatu bangsa.
Meski demikian, Indonesia bukan bangsa yang anti bahasa asing. Tidak ada batasan untuk menyerap bahasa asing yang sulit dicari padanan katanya. Namun, bahasa Indonesia harus tetap dibumikan, harus tetap dilestarikan. Dan sebagai pemuda, sudah menjadi hal wajib untuk kita menjaganya. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H