Kedua, adalah persoalan birokrasi yang harus segera direformasi. Berkaitan dengan hal ini, KemenPAN-RB memiliki tanggungjawab penuh dan harus tegas pada mereka yang melakukan pungli. Sanksi harus ditegakkan.
Ketiga, mendukung satgas saber pungli dalam segala tindakan, hal ini untuk mempermudah dan mempercepat kerja satgas dalam memberantas pungli.
Menjadi rahasia umum memang bahwa pungli terjadi di mana-mana. Tidak hanya sekadar terkait dengan pelayanan publik, di banyak tempat pun kita bisa menemukannya contoh kecilnya saja parkir ilegal yang biasa kita temui sehari-hari. Jadi pungli ini memang seolah sudah biasa terjadi di depan mata.
Oleh karena itu beberapa waktu lalu pemerintah membentuk tim satgas saber pungli untuk memberantas pelaku pungutan liar yang ada di Indonesia. Ini patut diapresiasi karena bisa menjadi sebuah amunisi baru dalam upaya penegakkan hukum dan perbaikan birokrasi.
Namun tentunya kebijakan hukum dengan dibentuknya Saber Pungli ini tidak bisa dijalankan dengan setengah hati. Harus ada tindakan nyata yang dilakukan langkah demi langkah agar pungli benar-benar berhasil diberantas atau setidaknya jumlahnya berkurang di negeri ini.
Tapi kemudian sebuah pertanyaan besar muncul, apakah satgas yang dibentuk ini hanya "hangat-hangat kotoran ayam?" Apakah dalam perjalanannya memberantas pungli mereka akan kehabisan nafas duluan sebelum sampai tujuan? Bisa saja ini terjadi.
Mungkin saja bagi sebagian kalangan, langkah cepat yang diambil oleh presiden membentuk tim yang dipimpin oleh Menko Polhukam Wiranto ini dianggap sebagai langkah besar dan dapat memberantas pungli dengan cepat. Namun berbeda dengan Sholehudin Abdul Aziz yang meragukan nyali tim Saber Pungli untuk benar-benar memberantas hingga ke akarnya?
Sholehudin meyakini bahwa hampir 80 persen praktik pungli terjadi di seluruh kementerian, lembaga dan institusi lainnya. Meski dibentuknya satgas Saber Pungli ini akan memberikan efek luar biasa, Sholehudin ragu satgas ini memiliki banyak "nafas" untuk konsisten menggelar razia dan operasi tangkap tangan praktik pungli.
Pasalnya ada beberapa hal yang membuat Sholehudin ragu di antaranya, pertama omzet praktik pungli ini sangat besar dan menjadi lumbung uang bagi oknum tertentu. Ladang ini tidak akan mudah mereka relakan begitu saja, pasti ada perlawanan dari pihak-pihak terkait.
Kedua, kehadiran praktik pungli ini didukung dengan adanya bekingan yang kuat baik dari aparat maupun non aparat. Tidak jarang ketika akan dilakukan razia, mereka sudah tahu duluan sehingga petugas pulang dengan tangan hampa.
Ketiga, kuat tidaknya dukungan pimpinan untuk tim Saber Pungli ini juga sangat menentukan. Kesukesan kinerja tim sangat bergantung pada konsistensi pimpinan teratas yang mendorong terus agar tim ini bergerak sehingga tidak hanya "hangat-hangat kotoran ayam."