Jakarta dibuat geger pada hari Sabtu, 24 September 2016, pasalnya hari itu menjadi hari yang tak bisa dilupakan oleh warga Jakarta khususnya Pasar Minggu akibat ambruknya Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di sana. Peristiwa ini menelan sepuluh korban, empat di antaranya tewas akibat peristiwa ini.
Reinhard Hutabarat menuturkan, ambruknya JPO Pasar minggu diakibatkan oleh papan reklame besar yang menempel di JPO sehingga rentan ambruk kala hujan dan angin menerjang. Saking besarnya, papan reklame tersebut menutupi atap jembatan. Akibat beban yang berat dari papan reklame ditambah dengan kuatnya hembusan angin yang diiringi hujan, mengakibatkan JPO tak kuat menahannya dan akhirnya tumbang.
Papan reklame yang menjulang tinggi memberikan banyak hal negatif terjadi di atas JPO. Tertutupnya aktivitas di JPO membuat warga yang melintas di bawahnya tidak bisa melihat apa yang terjadi di JPO, sehingga banyak orang yang menyalah gunakan JPO ini.
Atas peristiwa memilukan ini, Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, telah meminta maaf kepada para korban dan telah menyertakan santunan kepada keluarga korban ambruknya JPO. Namun semua ini belumlah cukup. Menurut Almizan Ulfa, sanksi harus diberikan kepada pegawai Pemprov DKI yang memiliki wewenang dalam pemeliharaan JPO.
Almizan memiliki pengalaman mengerikan kala menggunakan JPO di Stasiun Juanda-Masjid Istiqlal. Di sana ia merasakan guncangan ketika akibat warga yang berlari di JPO. Menurutnya, kondisi ini langka terjadi lantaran di JPO lain guncangan itu tak terasa.
Lain Almizan, lain pula pengalaman Kompasianer Vellendri Arnout. Menurutnya fungsi JPO telah bergeser, khususnya yang berada di Kota Bogor. Â Jembatan yang seharusnya digunakan untuk memudahkan warga menyeberang jalan, berubah menjadi tempat jualan, tempat berkumpulnya anak muda, hingga tempat tidur bagi sebagian orang.
Bahkan, Vellendri pernah dimarahi oleh seorang yang sedang tidur di JPO. Hal ini terjadi karena ia tak sengaja menginjak kaki seseorang yang sedang tidur di JPO tempatnya menyeberangi jalan. Bukan hanya itu, ia merasa dirugikan karena harus merasakan ‘kemacetan’ akibat banyaknya pedagang dan pembeli yang memadati JPO.
Ambruknya JPO Pasar Minggu dan ketidaknyamanan yang ada di JPO, membuat warga sebagai penggunanya enggan untuk menikmati fasilitas yang telah dibangun oleh pemerintah ini. Demi memberikan efek kenyamanan dan mengembalikan kepercayaan pengguna JPO, Kompasianer Mawalu berpendapat bahwa pembangunan JPO nantinya harus dirancang sedemikian rupa. Menurutnya jika Ahok membuat proyek Plaza Jalan Kaki, harusnya Ahok juga buat program Plaza JPO.
Dalam bayangan Mawalu, JPO yang dibangun nantinya memiliki lebar 10 hingga 15 meter sama seperti trotoar yang sekarang dibuat oleh Pemprov DKI. JPO tersebut juga menggunakan lift untuk kenyamanan pengguna dan ramah terhadap penyandang disabilitas.
JPO tersebut juga bisa digunakan untuk warga berdagang sehingga jalan untuk warga yang menikmati fasilitas JPO tidak terganggu dengan ‘kemacetan’ JPO. Jakarta pun akan mendapatkan tambahan dana lewat masuknya pajak warga yang membuka lapak dagangannya di JPO.
Dengan tambahan alat pendingin serta perangkat internet gratis, kenyamanan warga dalam mengunakan JPO akan semakin tinggi dan menghilangkan stigma soal JPO. Warga yang suntuk akibat kemacetan Jakarta, akan memiliki opsi lain dalam menyikapi hal menjemukan tersebut dengan memandang kemacetan dari atas JPO sambil meminum kopi dan menikmati kue-kue yang di jajakan oleh penjual di JPO.
Senada dengan Mawalu, Hasran Wijaya menilai kenyamanan harus di kedepankan dalam mengembangkan sarana penyeberangan yang satu ini. Menurut Hasan, kenyamanan adalah hal yang harusnya ditonjolkan bukan sebuah papan reklame.
Kedepannya, pembangunan JPO dicoba tanpa ada embel-embel papan reklame yang menempel. Papan itu digantikan dengan ornamen-ornamen pendukung dan menambah arsitektur JPO. Dengan ini JPO bisa dijadikan tempat untuk sesuatu yang positif seperti belajar fotografi dengan latar pemandangan Jakarta di malam hari dari ketinggian JPO.
Usaha kecil dan menengah akan meningkat akibat pembangunan JPO yang ramah unik. Pembangunan JPO akan lebih unik lagi ketika dibuat menyerupai jembatan terkenal di seluruh dunia. Hal-hal ini akan menambah minat masyarakat yang selama ini enggan menggunakan JPO karena tidak ramah terhadap penggunanya.
Semoga kedepannya pemerintah di berbagai daerah peduli terhadap JPO karena jembatan ini menjadi hal penting untuk pejalan kaki untuk memberikan rasa aman dalam menyeberangi jalan raya. Pembangunan JPO yang baru juga harus diperhatikan dari segi kenyamanan penggunanya, terlebih untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, wanita yang membawa anak, serta warga lanjut usia. (LUK/YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H