Di beberapa daerah, bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dikabarkan mengalami kelangkaan. Ternyata memang secara sedikit demi sedikit Premium akan menghilang dari peredaran dan besar kemungkinan akan mengalami kepunahan.
Penyebab alaminya adalah karena BBM jenis ini tidak sesuai dengan standar Euro IV, ditambah keberadaan jenis Pertalite yang membuat pamor Premium semakin menurun. Pertalite dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang tidak terpaut jauh dengan Premium membuat para pengguna kendaraan lebih banyak memilih BBM jenis ini.
Bahkan pada Juni lalu terdengar juga wacana bahwa pemerintah akan menghapus Premium atas rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas, namun kebijakan ini belum terlihat kelanjutannya.
Melihat fenomena ini, Kompasiana membuat jajak pendapat dengan melontarkan statement "BBM Premium Sebaiknya Dihapus," untuk mengetahui pendapat Kompasianer soal keberadaan Premium ini.
Dan hasilnya, sebanyak 5 Kompasianer menyatakan setuju dengan pernyataan ini sedangkan 1 Kompasianer lainnya menyatakan berseberangan. Artinya, dalam jajak pendapat ini disimpulkan bahwa BBM Premium sebaiknya benar-benar dihapus dari peredaran.
Salah satu Kompasianer yang menyatakan agar Premium dihapus adalah Mbak Celsa. Menurutnya jika memang harus dihapus, sudah semestinya sebagai bagian dari rakyat Indonesia untuk mengikuti peraturan tersebut.
"Kalau memang harus dihapus, saya akan mengikuti dan menerima kebijakan dengan legowo. Toh di beberapa SPBU di Jakarta yang pernah saya temui, kendaraan roda dua rata-rata mengisi bahan bakar Pertamax," tulis Celsa.
Ia pun mengakui lebih menyukai bahan bakar jenis Pertamax daripadad Premium. Ini dikarenakan kandungan oktan yang persentasenya lebih tinggi sehingga kemungkinan risiko terjadinya letupan semakin kecil dan membuat kendaraan lebih awet.
Pihak Kementerian ESDM pun turut berkomentar soal Premium yang makin lama makin ditinggalkan penggunanya ini. Menurut Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, IGN Wiratmadja Puja, Premium memang tidak memenuhi standar Euro IV. Sehingga bukan hal yang mengherankan jika lambat laun ditinggalkan.
Kendati demikian Wiratmadja mengingatkan pada badan penyalur BBM untuk tidak secara sengaja melakukan pembatasan konsumsi Premium, misalnya dengan membatasi kuota penggunaan.
"Premium akan hilang pelan-pelan, tapi secara natural, bukan dipaksakan," ungkap Wiratmadja dikutip dari Kompas.comÂ
Kualitas, memang menjadi alasan utama yang dianggap dapat membuat Premium punah secara perlahan. Premium memiliki kandungan oktan sebanyak 88 persen sedangkan Pertalite dengan oktan 90 dan Pertamax dengan oktan 92 persen.
Inilah yang menjadi pertimbangan para pengguna kendaraan, apalagi pemerintah akan menerapkan standar Euro IV bagi kendaraan bermotor. Di mana standar minimal Euro IV adalah kandungan bahan bakar dengan oktan di atas 92 persen.
Selain Mbak Celsa, Kompasianer lainnya yang menyatakan setuju jika Premium dihapus adalah Rohayati Aya, menurutnya kualitas Premium sudah kalah bersaing dengan Pertalite dan Pertamax sehingga memang sebaiknya dihapuskan.
"Ada baiknya juga jika pemerintah menghapus BBM Premium. Kualitas Pertalite dan Pertamax sudah lebih jauh di atas. Namun perlu diingat juga Indonesia tidak hanya Pulau Jawa yang pastinya kebijakan ini belum tentu akan diterima oleh masyarakat luar Pulau Jawa," tulis Rohayati.
Jika berbicara soal perbandingan antar Premium, Pertalite, dan Pertamax, pihak Pertamina pun sebagai penyalur mengakui bahwa ada penurunan yang tercermin dari angka penjualan Premium. Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media daring, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan pemerintah tentang bagaimana nasib Premium ke depannya.
"Intinya, kita menunjukkan bahwa kita harus koordinasi dengan pemerintah bagaimana keputusan akhirnya. Kalau bisa, ke depan memang sudah ada langkah perencanaan dari pemerintah bagaimana posisi Premium ke depan," ucapnya.
Meski demikian, ada pula pihak yang tidak menyetujui jika Premium benar-benar dihapuskan keberadaannya. Kompasianer Paul Malhnau menyatakan kegundahannya tersebut.
Ia mengatakan, ada baiknya jika Premium bukan dihapus dari peredaran, tapi disalurkan pada pihak yang tepat.
"Misalnya untuk penduduk daerah pedalaman yang membutuhkan bahan bakar dengan harga yang lebih terjangkau," tulis Paul.
"Atau bisa juga penjualan Premium nantinya dikhususkan bagi para nelayan, bukan untuk kendaraan pribadi atau umum," lanjutnya.
Pada intinya, Paul mengungkapkan bahwa penyaluran lah yang harusnya diperhatikan. Ia menganggap masih cukup banyak orang yang membutuhkan BBM jenis Premium khususnya di luar Pulau Jawa. Sehingga jika nantinya ada kebijakan untuk mengeliminasi peredaran Premium, maka kebijakan ini harus dikaji ulang.
Meski cukup banyak masyarakat yang menyuarakan agar Premium segera dihapuskan, pemerintah belum bisa bertindak banyak untuk menentukan langkah berikutnya soal nasib Premium ini. Pasalnya, kebijakan penghapusan Premium masih menunggu kesiapan kilang-kilang pengolahan minyak milik PT Pertamina (Persero).
Jika kebijakan ini kemudian benar-benar dilanjutkan, maka akan sangat menarik untuk terus dicermati. Pasalnya bagi sebagian orang bahan bakar jenis Premium masih menjadi andalan. Pemerintah pun harus lebih cermat mengkaji kebijakan ini agar penggunaan bahan bakar menjadi lebih tepat. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H