Kualitas, memang menjadi alasan utama yang dianggap dapat membuat Premium punah secara perlahan. Premium memiliki kandungan oktan sebanyak 88 persen sedangkan Pertalite dengan oktan 90 dan Pertamax dengan oktan 92 persen.
Inilah yang menjadi pertimbangan para pengguna kendaraan, apalagi pemerintah akan menerapkan standar Euro IV bagi kendaraan bermotor. Di mana standar minimal Euro IV adalah kandungan bahan bakar dengan oktan di atas 92 persen.
Selain Mbak Celsa, Kompasianer lainnya yang menyatakan setuju jika Premium dihapus adalah Rohayati Aya, menurutnya kualitas Premium sudah kalah bersaing dengan Pertalite dan Pertamax sehingga memang sebaiknya dihapuskan.
"Ada baiknya juga jika pemerintah menghapus BBM Premium. Kualitas Pertalite dan Pertamax sudah lebih jauh di atas. Namun perlu diingat juga Indonesia tidak hanya Pulau Jawa yang pastinya kebijakan ini belum tentu akan diterima oleh masyarakat luar Pulau Jawa," tulis Rohayati.
Jika berbicara soal perbandingan antar Premium, Pertalite, dan Pertamax, pihak Pertamina pun sebagai penyalur mengakui bahwa ada penurunan yang tercermin dari angka penjualan Premium. Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media daring, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan pemerintah tentang bagaimana nasib Premium ke depannya.
"Intinya, kita menunjukkan bahwa kita harus koordinasi dengan pemerintah bagaimana keputusan akhirnya. Kalau bisa, ke depan memang sudah ada langkah perencanaan dari pemerintah bagaimana posisi Premium ke depan," ucapnya.
Meski demikian, ada pula pihak yang tidak menyetujui jika Premium benar-benar dihapuskan keberadaannya. Kompasianer Paul Malhnau menyatakan kegundahannya tersebut.
Ia mengatakan, ada baiknya jika Premium bukan dihapus dari peredaran, tapi disalurkan pada pihak yang tepat.
"Misalnya untuk penduduk daerah pedalaman yang membutuhkan bahan bakar dengan harga yang lebih terjangkau," tulis Paul.
"Atau bisa juga penjualan Premium nantinya dikhususkan bagi para nelayan, bukan untuk kendaraan pribadi atau umum," lanjutnya.
Pada intinya, Paul mengungkapkan bahwa penyaluran lah yang harusnya diperhatikan. Ia menganggap masih cukup banyak orang yang membutuhkan BBM jenis Premium khususnya di luar Pulau Jawa. Sehingga jika nantinya ada kebijakan untuk mengeliminasi peredaran Premium, maka kebijakan ini harus dikaji ulang.