"Walau memang kebijakan ini nantinya akan memberikan dampak yang besar bagi para pelaku industri rokok yang sudah punya nama, yang banyak menjadi bahan pertimbangan adalah ketika kita berbicara mengenai para petani tembakau yang juga pasti terkena dampak," tulis Febri.
"Kemudian dari segi pendapatan Negara, cukai rokok merupakan penyumbang terbesar. Hal tersebut menjadi tantangan pemerintah bila memang ingin berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia sehat dan terbebas dari asap rokok. Saya harap pemerintah bisa memberikan win-win solution agar kebijakan ini nantinya tidak menjadi bumerang," lanjutnya.
Memang, jika melihat dari sisi produsen, menaikkan harga rokok per bungkusnya akan memberikan dampak negatif dan dipercaya bukan sebagai langkah yang bijak. Pasalnya ada banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan termasuk nasib para petani tembakau.
Salah satu produsen rokok nasional pun turut memberikan komentar. PT HM Sampoerna Tbk melalui perwakilannya menilai rencana kenaikan cukai rokok harus dipertimbangkan secara menyeluruh.
"Perlu kami sampaikan bahwa kenaikan harga drastis maupun kenaikan cukai secara eksesif bukan merupakan langkah bijaksana," ujar Head of Regulatory Affairs, International Trade, and Communications Sampoerna dikutip dari Kompas.comÂ
Menurut Elvira, aspek yang perlu diperhatikan sebelum menaikkan cukai rokok adalah semua mata rantai industri tembakau yang meliputi petani, pekerja, pabrik, pedagang, hingga konsumen.
Memang bukan hanya dari produsen rokok yang mengatakan demikian, Kompasianer pun ada yang memiliki pendapat serupa. Salah satunya adalah Edy Sutrisno. Menurutnya pemerintah harus meninjau ulang kebijakan harga rokok ini. Pasalnya jika hanya untuk mengurangi jumlah perokok, bukan seharusnya dengan menaikkan harga tetapi jumlah pabrik yang harus dikurangi.
"Yang perlu dikaji adalah bahwa rokok di Indonesia adalah penyumbang pajak terbesar dari cukai rokok. Apa bila harga dinaikkan kemudian jumlah perokok berkurang apakah masukan pada negara juga berkurang padahal negara juga butuh uang yang salah satunya bersumber dari perokok, yang perlu di ingat lagi bahwa indonesia merupan sumber tembakau terbesar lantas mau dikemakan tembakau tersebut kalu produksi rokok berkurang," tulis Edy.
Bahkan ia melanjutkan bahwa pemerintah seharusnya membuat ulang regulasi yang pas agar bisa menyelesaikan polemik rokok ini misalnya dengan larangan merokok usia di bawah umur, regulasi harga rokok antara penjual dan pembeli, dsb.
Senada dengan Edy, Kompasianer Dewantara pun mengemukakan pendapatnya. Ia mengatakan bahwa aktivitas merokok sendiri harus diakui bisa sangat merugikan orang lain ketika dilakukan sembarangan, tapi dibutuhkan ruangan yang nyaman dan besar sehingga para perokok lebih terkontrol.
"Perihal rokok yang digambarkan sebagai sumber penyakit, saya sebagai perokok mengakuinya. Ketika terlalu banyak akan menyebabkan dada sesak. akibatnya beberapa tahun belakangan ini porsi rokok sudah berjuang untuk dikurangi. pertanyaan lanjutannya adalah, benarkah rokok menjadi penyebab tunggal seperti yang diiklankan?" tulis ujar Dewantara.