Freddy Budiman telah dieksekusi mati, namun sebuah testimoninya yang diutarakan pada KontraS menuai tanda tanya. Ia menyebutkan bahwa selama ini ada setoran dana senilai Rp 450 miliar kepada BNN dan Rp 90 miliar ke saku pejabat Mabes Polri demi melancarkan usahanya dalam peredaran narkotika.
Pengakuan tersebut disampaikan Freddy Budiman kepada Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. Cerita itu didapatkan saat mengunjungi Freddy di Lapas Nusa Kambangan pada 2014 lalu.
Haris kemudian membuka pengakuan tersebut pada Kamis malam, atau sehari sebelum Freddy dieksekusi mati pada Jumat dini hari, 30 Juli 2016 dalam sebuah tulisan berjudul "Cerita Busuk Seorang Bandit".
Berita tersebut langsung membuat heboh masyarakat Indonesia, karena nama BNN dan Polri diseret dalam kasus narkoba. Hingga saat ini pengakuan Freddy Budiman masih dalam penyelidikan.
Kompasiana membuat Topik Pilihan berjudul “Nyanyian Freddy Budiman” dengan label artikel Pengakuan Freddy. Berikut 4 artikel pilihan Kompasiana:
1. Haruskah Masyarakat Menyadap ketika Berurusan dengan Pejabat?
Terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman (38) tengah difoto oleh warga saat menghadiri rilis pengungkapan kasusnya. KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA
Menurut Kompasianer
Angra Bramagara, langkah Haris Azhar mengungkap pengakuan Fredy Budiman masih kurang bukti karena hanya berdasarkan cerita. Sehingga bila membuat laporan ke polisi dan menyeret nama pejabat, bisa dituduh melakukan pencemaran nama baik. Selain itu Haris Azhar juga dianggap sebagai cermin masyarakat biasa yang tidak bisa bertindak lebih dalam bila berurusan hukum dengan pejabat.
2. 'Wasiat' Terakhir Freddy Budiman Kesaksian Ruwet dari Nusakambangan
Terpidana mati kasus narkoba yang ditahan di Nusakambangan, Freddy Budiman (baju dan kaus biru), dihadirkan dalam rilis pengungkapan pabrik narkoba (Foto: Raditya Helabumi/Kompas)
Kompasianer William Soumokil mempertanyakan sikap Haris Azhar yang mengungkap pengakuan Freddy setelah di eksekusi mati. Padahal akan lebih mudah ditelusuri dan diproses secara hukum saat Freddy masih hidup. Ia meminta agar pengakuan ini dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenarannya dan tidak menjadi berita miring. Terlebih lagi bila digunakan untuk ajang balas dendam mencoreng nama baik penegak hukum di Indonesia
3. Mengungkap Testimoni Freddy Budiman
Freddy Budiman (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Kompasianer Reindhard Hutabarat menganggap bahwa pengakuan Freddy setelah kematiannya bukanlah hal yang mencengangkan. Ia justru tercengang dengan motif Haris Azhar yang memberitakan testimoni tersebut beberapa jam pasca eksekusi mati Freddy Budiman. Karena testimoni tersebut dibuat berdasarkan kesaksian Freddy Budiman saat bertemu dengan Haris di sebuah lapas di Nusakambangan pada pertengahan 2014 lalu. Menurutnya waktu yang disimpan terlalu panjang, 2 tahun. Ia bahkan menilai semua pengakuan itu hanya omong kosong, meski sudah pasti sebagian peredaran narkoba memang dibekingi oleh oknum aparat nakal
4. Ternyata Freddy Budiman Itu Hanya Bidak, “Expendable” Kartel Asia-Eropa
Sebuah mesin pencetak narkotika jenis ekstasi milik terpidana mati kasus narkotika, Freddy Budiman (KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA)
Pengakuan Freddy Budiman yang disebarkan oleh aktivis Kontras, Harris Azhar belum dapat dijadikan dasar hukum untuk menarik oknum ke muka pengadilan. Menurut
Edy Rolan, pengakuan tersebut hanya curhatan belaka, karena Freddy Budiman memiliki sejarah panjang sebagai pemakai narkoba yang kelam, dimana kepalsuan sudah menjadi senjata pamungkas untuk bertahan. Ia hanya bisa berharap pemerintah dapat mengembalikan kepercayaan publik untuk mengentaskan peredaran narkotika dari bumi Indonesia
---
Pengakuan Freddy Budiman tentang bisnis narkoba yang menyeret aparat BNN dan Polri memang masih menimbulkan tanda tanya besar. Namun fakta yang tak bisa ditolak adalah peredaran narkoba di Indonesia masih ada dan meraup keuntungan yang sangat besar. Kerja keras pemerintah dan peran masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi peredaran narkoba dan mengawasi proses hukum bagi pelakunya. Karena besarnya keuntungan dari bisnis narkoba dapat menyuap siapa pun untuk merubah hasil pengadilan. (LBT/YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya