Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memutar Kembali Ingatan 1965

21 Juli 2016   13:04 Diperbarui: 21 Juli 2016   13:10 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rivan Awal Lingga Massa dari Front Pancasila melakukan aksi di depan Tugu Tani, Jakarta, Senin (18/4). Kompas.com

Sedangkan yang rakyat bisa lakukan hanyalah berpasrah pada mereka yang menegakkan hukum.

3. Tribunal 1965: Keadilan Bagi yang Terlupakan

Rivan Awal Lingga Massa dari Front Pancasila melakukan aksi di depan Tugu Tani, Jakarta, Senin (18/4). Kompas.com
Rivan Awal Lingga Massa dari Front Pancasila melakukan aksi di depan Tugu Tani, Jakarta, Senin (18/4). Kompas.com
Trauma yang tidak pernah usai, dan negara tidak pernah mengakui. Itulah yang dikatakan Ad Agung pada ulasannya. Pengadilan Rakyat Internasional pada 2015 lalu menggelar sidang atas pelanggaran HAM di Indonesia tahun 1965-1966.

Dalam pengadilan yang dilakukan di Deen Haag tahun lalu ini dikatakan bahwa bukti-bukti terkait telah terjadinya Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Against Humanity) yang didapat dari proses Tribunal dapat diteruskan bagi investigasi oleh pengadilan nasional maupun Mahkamah Pidana/Pengadilan HAM Internasional, yaitu untuk melakukan penelitian menyeluruh, memeriksa kasus dan kesaksian dari korban yang masih hidup, hingga mendapatkan resolusi hukum.

Dan sebenarnya, dalam hukum internasional larangan atas kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan bagian prinsip dasar hukum internasional yang diakui. Artinya, negara memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab dalam kejahatan tersebut.

Artinya, Indonesia dalam hal ini adalah pemerintah harus melakukan upaya peradilan untuk menyelesaikan kasus 1965 ini.

4. IPT 65 Diantara Kepungan Empat Kelompok

TRIBUNNEWS/HERUDIN Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
TRIBUNNEWS/HERUDIN Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
Pada 2015 lalu, Kompasianer Aan Anshori berkesempatan untuk hadir dalam diskusi tentang peristiwa 1965. Peristiwa puluhan tahun lalu yang menewaskan ribuan tertuduh PKI ini masih dalam keadaan gamang.

Dalam diskusi ini, ada 4 kelompok besar yang menyikapi peristiwa 1965. Kelompok pertama adalah kelompok antirekonsiliasi. Mereka setidaknya mempunyai beberapa pandangan. Pertama, PKI adalah satu-satunya dalang G30S.

PKI dan pengikutnya harus terus dibelenggu dan diawasi gerakannya, termasuk juga keturunannya. Bahkan kelompok ini tidak merasa diskriminasi terhadap Korban merupakan hal penting untuk dibicarakan. apa yang Korban alami merupakan balasan setimpal atas perilaku mereka selama ini

Kelompok kedua adalah pro-rekonsiliasi yang didalamnya terdapat 3 faksi; konservatif, moderat dan progresif. Faksi konservatif menyesalkan peristiwa ini namun menganggap PKI adalah pengkhianat negara. Faksi moderat menganggap PKI merupakan korban keadaan. Dan Faksi Progresif menganggap bahwa militer melakukan kesalahan atas tragedi ini.

Kelompok ketiga yang mengampanyekan anikebangkitan PKI merupkana tugas suci yang harus digelorakan terus menerus dan Kelompok keempat adalah mereka yang menganggap bahwa sejarah tidak perlu diluruskan karena sudah dianggap benar dan membincang ulang peristiwa ini hanya membangkitkan ingatan lama yang berujung pertumpahan darah.

Ia melihat bahwa IPT 1965 merupakan upaya meneruskan apa yang dulu belum sempat diselesaikan oleh Gus Dur, terutama untuk menguji klaim kebenaran masing-masing pihak atas Peristiwa 65, melalui mekanisme hukum yang fair dan transparan.

5. Nasib Korban Tragedi 1965 : Masih Adakah yang Peduli?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun