Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah Impor Daging Sapi Rugikan Peternak Lokal?

1 Juli 2016   16:05 Diperbarui: 1 Juli 2016   16:14 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi sebuah tradisi tahunan ketika menjelang atau saat bulan Ramadan harga daging sapi melambung naik di pasar. Satu hal yang tidak mengherankan memang. Pasalnya hal ini dipicu oleh ketidakseimbangan antara permintaan konsumen dan stok daging sapi yang ada.

Untuk menekan harga pemerintah kemudian membuka opsi untuk mengimpor daging sapi dari negara tetangga, baik berupa sapi hidup maupun berupa daging beku.

Namun beberapa pihak menilai kebijakan ini merugikan peternak sapi lokal. Karena seharusnya produksi sapi lokal lah yang ditingkatkan, bukan menggenjot jumlah impor.

Melihat dua anggapan ini, Kompasiana tertarik untuk melakukan jajak pendapat. Dengan melontrakan statement "impor daging sapi rugikan peternak lokal," Kompasiana mendapatkan respon dengan rincian 7 Kompasianer menyatakan setuju dan 5 Kompasianer menyatakan tidak setuju.

Salah satu Kompasianer yang menyatakan setuju adalah Herman R. Soetisna. Menurutnya, kebijakan impor daging sapi ini memang merugikan bagi peternak lokal di Indonesia. Bahkan ia berasumsi bahwa perdagangan daging sapi di Indonesia sudah dikuasai oleh mafia sapi yang sudah mengakar.

Sehingga ketika misalnya Jakarta kekurangan daging sapi lalu ada peternak dari daerah lain yang membawa sapinya, maka akan langsung ditolak oleh RPH.

"Jadi kalau pun kita mengimpor sapi, selama importir dan perdagangannya dikuasai mafia maka impor tersebut tidak akan bisa menurunkan harga akhir secara signifikan," tulis Herman.

"Di sisi lain pada saat yang sama peternak lokal juga tidak akan menikmati harga yang tinggi itu," lanjutnya.

Lantas bagaimana solusinya? Herman menilai solusi yang bisa diambil pemerintah adalah melalui Bulog. Bulog bisa saja diberi kewenangan untuk menampung sapi dari masyarakat dan diperbolehkan untuk mengelola RPH sendiri.

"Maka harga daging akan lebih bisa dikendalikan dan harga jual dari peternak pada Bulog bisa lebih tinggi karena pemerintah dapat menetapkan margin keuntungan yang boleh diambil oleh Bulog," ungkap Herman.

Memang jika kebijakan seperti ini dilakukan bisa saja memperbaiki data stok nasional. Jika memang impor harus dilakukan maka bisa dilaksanakan oleh Bulog agar lebih terkontrol.

Selain Herman, Kompasianer lain yang menyuarakan hal senada adalah Imansyah Rukka. Ia melihat kebijakan impor daging sapi ini adalah kebijakan jangka pendek untuk menekan harga daging dengan memperbanyak stok daging sapi. Namun pengadaan melalui impor ini belum bisa dianggap hal yang sepenuhnya tepat.

"Impor daging sapi jelas merupakan kebijakan jangka pendek dan tidak akan menyelesaikan masalah mengenai minimnya pasokan daging sapi secara nasional," ungkap Imansyah.

"Menurut saya sebagai aktivis peternakan, akan lebih bijak jika pemerintah menambah pasokan bibit sapi. Apakah dengan melanjutkan program inseminasi buatan dengan melatih terampil tenaga inseminator agar tingkat kelahiran lebih tinggi lagi. Dan jalan terakhir baru dilakukan impor bibit sapi," lanjutnya.

Kebijakan ini memang seperti dua sisi mata pisau. Di satu sisi kita membutuhkan stok daging sapi tambahan agar harga bisa ditekan tapi di sisi lain dengan melakukan impor, maka peternak lokal akan dirugikan. Inilah yang diungkapkan salah satu politisi Partai Keadilan Sejahtera.

Ledia Hanifa, Ketua bidang Pekerja Petani dan Nelayan DPP PKS menilai kebijakan seperti ini bisa melukai peternak lokal.

"Pemberian izin impor daging beku ini bisa melukai peternak nasional. Tidak mungkin harga daging sapi impor bisa semurah itu, sangat tidak masuk akal," kata Ledia seperti diberitakan Kompas.com 

Menurutnya kebijakan penurunan harga daging sapi ini tidak memihak pada peternak lokal sehingga langkah impor tersebut sangat disayangkan.

Dari survei yang dilakukan PKS di 11 provinsi ditemukan bahwa harga daging sapi berada di kisaran Rp90 ribu hingga Rp140 ribu per kilogram.

Melihat harga yang melambung ini, beberapa Kompasianer menilai bahwa pemerintah sudah selayaknya melakukan kebijakan impor daging sapi ini. Bahkan menurut mereka keputusan yang diambil ini sama sekali tidak merugikan peternak daging sapi lokal.

Rezawahya salah satu yang mendukung kebijakan ini. Ia berpendapat bahwa sejatinya kebijakan yang diambil adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi mendekati lebaran dan itu adalah keputusan yang wajar untuk diambil.

"Impor daging sapi tujuan umumnya itu untuk memenuhi kebutuhan jelang lebaran. Wajar seandainya pemerintah mengimpor dari luar negeri," tulis Reza.

"Selain itu impor daging sapi juga untuk menstabilkan harga jual di pasar. Jika stok daging sapi memenuhi kebutuhan pasar maka harga diharapkan tidak akan meningkat terlalu jauh dari harga normal," lanjutnya.

Di sisi lain, menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman ternyata impor daging beku yang dilakukan pemerintah bukan bertujuan untuk menurunkan harga daging sapi segar di pasaran. Namun untuk memberikan opsi jenis daging kepada masyarakat.

"Bukan menurunkan harga," ucap Amran singkat sebagaimana diberitakan Kompas.com 

Saat ini kata Amran, harga daging sapi sangat bervariasi. Ada yang Rp75 ribu namun ada pula yang masih berada di atas Rp110 ribu per kilogram. Lantas bagaimana bisa ada harga daging sapi yang mencapai Rp75 ribu? Ternyata menurut Amran, hal itu bisa terjadi lantaran pemerintah sudah menggandeng perusahaan besar untuk menurunkan harga dan operasi pasar bersama.

Kembali pada hasil jajak pendapat Kompasiana, selain Rezawahya, Kompasianer lain yang mendukung kebijakan impor ini adalah Muhammad Hidayat. Kompasianer ini menilai bahwa kebijakan ini memang untuk mengendalikan harga di pasar sehingga tidak akan merugikan peternak lokal.

"Tingginya harga sapi tidak berpengaruh banyak di harga jual di tingkat peternak lokal. Selama ini peternak lokal juga tidak mengeluh dengan harga, walaupun di masa normal," tulis Hidayat.

"Artinya harga di tingkatan peternak sudah memadai. Ini tentu berbeda kasusnya dengan komoditas lain. Misalnya beras. Jadi tidak bisa disamaratakan," lanjutnya.

Ia juga menegaskan bahwa dirinya setuju jika di masa mendatang pemerintah harus memberdayakan para peternak lokal untuk mengisi kebutuhan daging nasional. Namun tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Butuh perencanaan yang matang.

"Ini menuntut perubahan perilaku dan kebiasaan peternak di Indonesia selain perbaikan rantai pasokan daging sapi. Namun jika dalam jangka pendek, untuk menstabilkan harga, impor daging sapi adalah hal yang tidak dapat dihindari," tutup Hidayat.

Memang kemelut harga daging sapi ini seolah tidak ada habisnya. Dalam hal ini pemerintah diharapkan bisa mengambil kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan juga tidak meninggalkan kepentingan untuk para peternak sapi lokal. (YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun