Puasa di bulan Ramadan adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat islam di seluruh dunia. Bulan Ramadan memang bulan yang sangat dinanti karena pahala yang berlipat ganda ketika seorang muslim melaksanakan ibadah di bulan ini.
Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama islam. Tentu saja sudah tidak terhitung lagi cerita tentang orang-orang yang berpuasa di sini. Namun, yang menarik adalah bagaimana ketika mereka yang beragama islam harus menunaikan ibadah puasa di negeri. Dan berikut ini adalah beberapa cerita bagaimana mereka yang melaksanakan ibadah puasa di negeri orang.
1. Ramadhanku di Manchester
Pada awal musim panas. Jarak antara waktu imsak dengan berbuka kurang lebih 18 jam. Di musim panas, waktu siang lebih lama dari malam. Tak heran bila ada orang yang jogging pukul 9 malam karena masih terang benderang. Beda dengan musim dingin dimana shalat subuh saja jam 7 pagi.
Puasa pertama di sana dibuka dengan waktu imsak pukul 02.26 dini hari dan ditutup dengan waktu buka pukul 21.22 malam.
Di musim panas, waktu puasanya yang lama. Di musim dingin, waktu shalatnya yang sangat berdekatan. Tak jarang bila pas masuk kelas, waktu Dzuhur belum masuk, dan ketika keluar kelas sudah masuk waktu Ashar. Â
Oleh sebab itu, kita patut bersyukur hidup di Indonesia karena perubahan waktu relatif stabil. Waktu shalat dan puasapun terasa hampir sama semua.
Ada hal lucu juga ketika berpuasa di Manchester. Yaitu perbedaan waktu yang bertolak belakang dengan Indonesia. Ketika masih berpuasa, di Indonesia sudah masuk jam berbuka. Tidak heran ketika Budi menuliskan status "selamat berbuka" di akun Facebooknya, di Indonesia rekan-rekannya sedang bersahur.
2. Intip "Kebudayaan Puasa" di Iran yuk...
Menurut Sifa Sanjurio ada beberapa hal unik dari ibadah puasa di negara ini. Pertama adalah penetapan 1 Ramadan. Tidak seperti di Indonesia yang selalu ada dua bahkan tiga atau empat pendapat tentang penetapan 1 Ramadhan, di Iran semuanya kompak, mengikuti pemerintah.
Kedua, makanan khas bulan puasa di Iran. Sama seperti Indonesia, Iran pun mempunyai makanan makanan tertentu di bulan Ramadhan. Di antara makanan khas Iran ketika bulan puasa, adalah Zulbiye, sejenis kue manis terbuat dari sagu, Halim, sejenis bubur terbuat dari gandum yang dicampur dengan daging, Osh reshte, sejenis sup dengan mie, kacang kacangan dan daging, dan lain lain.
Ketiga, shalat tarawih. Untuk Shalat Tarawih, tidak dilaksanakan secara berjamaah di mesjid mesjid Iran, jadi jangan aneh, kalau anda berkunjung kesini di bulan Ramadhan, anda tidak akan bisa mendapati mesjid mesjid penuh sesak dengan jamaah sebagaimana di Indonesia, kecuali di dua tempat suci yaitu di Kota suci Qom dan Mashhad.
Keempat, budaya mudik. di Iran, sebagaimana di Indonesia ada juga budaya mudik, Tehran sebagaimana Jakarta, merupakan pusat kota penting tempat dimana orang orang daerah mengadu nasib. jadi wajar ketika ada moment moment penting yang mengharuskan kumpul bersama keluarga besar, mereka pulang kampung alias mudik.
3. Ramadhan di Luar Negeri: Catatan Seorang Mahasiswa
Beruntung sekali ia pernah menjalani ibadah puasa di dua negara yang berbeda, Swedia dan Selandia Baru. Ketika menetap di Swedia dari 2003 hingga 2005, ada cukup banyak masyarakat muslim di sana. Begitu juga dengan mahasiswa muslim.
Datang ke acara buka bersama adalah saat yang ditunggu-tunggu, apalagi bisa menggunakan istilah 'mahasiswa' dan 'anak kost' sebagai justifikasi untuk membungkus makanan begitu akan pulang.
Sebagai mahasiswa 'single' alias tanpa keluarga atau sanak famili, Nana dan rekan-rekannya dimanjakan oleh masyarakat dan teman- teman mahasiswa yang sudah berkeluarga. Mereka maklum jika para mahasiswa single ini datang dengan hanya membawa minuman sebagai buah tangan atau bahkan hanya sekadar membawa diri alias badan saja.
Berbeda dengan Indonesia, kondisi Ramadan di negara itu sangat sederhana. Makan dan minum secukupnya tanpa berlebihan seperti kebanyakan orang yang berbuka puasa di Indonesia.
Di sana lebih banyak ditekankan pendidikan pengetahuan agama. Namun kekuatan kebersamaan umat muslim di sana tidak kalah dengan Indonesia.
4. Rasanya Buka Puasa Hari Pertama Pukul 21.29 WJS (Waktu Jerman Selatan)
Gaganawati mengaku sangat dekat dengan masyarakat Turki di sana. Namun kebanyakan dari orang Turki yang ia kenal sudah banyak yang tidak kuat puasa lagi ketika hijrah lama ke Jerman. Jadi ketika Gagan ingin mengadakan acara buka bersama secara bergiliran, kebanyakan dari mereka menggelengkan kepala dan mengatakan, “Maaf, saya tidak berpuasa jadi tak perlu acara berbuka puasa.“
Di Jerman, ternyata waktu berpuasanya tergolong cukup lama. Pukul 21.29 matahari baru menghilang dan umat muslim baru bisa berbuka pada saat itu. Ini terjadi pada musim panas. Di musim lain, waktu berpuasa memang cenderung lebih pendek.
Gagan mengatakan, pada hari pertama itu tidak begitu berat. Matahari tidak seterik di Indonesia. Dingin agak lembab, sedikit hujan dan matahari tidak tampak bersinar. Rasa haus yang biasanya menyerang saat puasa tidak begitu terasa. Rasa lapar juga tidak. Namun tentu saja suasana Ramadan di Jerman tidak sekental di Indonesia.
5. Berpuasa di Kutub Utara
Sementara itu di belahan bumi utara, durasi berpuasa di Kopenhagen, ibukota Denmark, adalah sekitar 19 jam, dimulai dari fajar pukul 02.30 hingga terbenamnya matahari pukul 21.50
Menurut Dhany Saputra itu karena waktu berbuka di Denmark adalah pukul 10 malam di mana mayoritas supermarket dan tempat makan sudah tutup beberapa jam sebelumnya, dan Isya’ dimulai menjelang pukul 12 malam.
Selama menjalankan puasa pun banyak sekali godaan. Godaan bukan lagi berupa rasa lapar dan haus atau melihat pegawai kantor di kursi sebelah minum air dengan nikmatnya dan makan buah untuk mengurangi dehidrasi musim panas.
Tapi godaannya adalah rusaknya siklus jam tidur dan keinginan untuk minum kopi demi menyamakan produktivitas dengan rekan kerja yang tidak berpuasa semua.
Dengan berpuasa, rusaklah siklus jam biologis dan kesehatan. Namun menurut Dhany, ia menjadi semakin paham bahwa puasa itu dilakukan bukan karena menyehatkan. Tapi karena takut akan neraka dan semata-mata menjalankan perintahNya.
-----------------------
Itulah beberapa cerita dari mereka yang menjalankan ibadah puasa di negeri orang. Cerita lainnya akan kami rangkum pada ulasan-ulasan berikutnya. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H