Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengintip Cerita Puasa Bulan Ramadan di Negeri Orang

6 Juni 2016   19:37 Diperbarui: 6 Juni 2016   20:31 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Collegestudents.org

Ketiga, shalat tarawih. Untuk Shalat Tarawih, tidak dilaksanakan secara berjamaah di mesjid mesjid Iran, jadi jangan aneh, kalau anda berkunjung kesini di bulan Ramadhan, anda tidak akan bisa mendapati mesjid mesjid penuh sesak dengan jamaah sebagaimana di Indonesia, kecuali di dua tempat suci yaitu di Kota suci Qom dan Mashhad.

Keempat, budaya mudik. di Iran, sebagaimana di Indonesia ada juga budaya mudik, Tehran sebagaimana Jakarta, merupakan pusat kota penting tempat dimana orang orang daerah mengadu nasib. jadi wajar ketika ada moment moment penting yang mengharuskan kumpul bersama keluarga besar, mereka pulang kampung alias mudik.

3. Ramadhan di Luar Negeri: Catatan Seorang Mahasiswa

Ilustrasi. Collegestudents.org
Ilustrasi. Collegestudents.org
Pengalaman hidup sebagai mahasiswa di berbeda negara, tentu merupakan pengalaman dan juga memberikan hikmah tersendiri dalam kehidupan. Setidaknya itulah yang dikatakan Nana Arlina.

Beruntung sekali ia pernah menjalani ibadah puasa di dua negara yang berbeda, Swedia dan Selandia Baru. Ketika menetap di Swedia dari 2003 hingga 2005, ada cukup banyak masyarakat muslim di sana. Begitu juga dengan mahasiswa muslim.

Datang ke acara buka bersama adalah saat yang ditunggu-tunggu, apalagi bisa menggunakan istilah 'mahasiswa' dan 'anak kost' sebagai justifikasi untuk membungkus makanan begitu akan pulang.

Sebagai mahasiswa 'single' alias tanpa keluarga atau sanak famili, Nana dan rekan-rekannya dimanjakan oleh masyarakat dan teman- teman mahasiswa yang sudah berkeluarga. Mereka maklum jika para mahasiswa single ini datang dengan hanya membawa minuman sebagai buah tangan atau bahkan hanya sekadar membawa diri alias badan saja.

Berbeda dengan Indonesia, kondisi Ramadan di negara itu sangat sederhana. Makan dan minum secukupnya tanpa berlebihan seperti kebanyakan orang yang berbuka puasa di Indonesia.

Di sana lebih banyak ditekankan pendidikan pengetahuan agama. Namun kekuatan kebersamaan umat muslim di sana tidak kalah dengan Indonesia.

4. Rasanya Buka Puasa Hari Pertama Pukul 21.29 WJS (Waktu Jerman Selatan)

Umat muslim di Jerman. Cruxnow.com
Umat muslim di Jerman. Cruxnow.com
Gaganawati Stegmann menuliskan catatan tentang bagaimana kondisi Ramadan di sana. Ia bermukim di Jerman daerah pegunungan di mana negara itu mayoritas penduduknya beragama Katolik namun tidak sedikit orang Turki yang bermukim di sana.

Gaganawati mengaku sangat dekat dengan masyarakat Turki di sana. Namun kebanyakan dari orang Turki yang ia kenal sudah banyak yang tidak kuat puasa lagi ketika hijrah lama ke Jerman. Jadi ketika Gagan ingin mengadakan acara buka bersama secara bergiliran, kebanyakan dari mereka menggelengkan kepala dan mengatakan, “Maaf, saya tidak berpuasa jadi tak perlu acara berbuka puasa.“

Di Jerman, ternyata waktu berpuasanya tergolong cukup lama. Pukul 21.29 matahari baru menghilang dan umat muslim baru bisa berbuka pada saat itu. Ini terjadi pada musim panas. Di musim lain, waktu berpuasa memang cenderung lebih pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun