Polisi, lanjut Badrodin, melakukan penindakan tanpa menunggu adanya laporan karena merupakan delik pidana umum.
Ia mengatakan, mereka yang akan ditindak adalah, semua yang menampilkan konten Komunisme, Leninisme, dan Marxisme di hadapan publik. Konten yang dimaksud, di antaranya, buku, kaus, aksesoris, unggahan di media sosial, film hingga diskusi.
Selain Ade, Kompasianer lainnya yang mendukung pemberangusan buku kiri ini adalah Bang Pilot. Senada dengan Ade menurutnya ketetapan MPR tahun 1966 telah memastikan bahwa segala hal berbau komunis harus dilarang.
"Setuju! Semua yang berbau komunis harus dihilangkan dari bumi pertiwi. Komunis tak perlu dipelajari, hanya perlu untuk diperangi. Sudah cukup derita anak bangsa ini akibat jahatnya faham komunis," tulisnya.
Merujuk pada sejarah, memang kisah kelam tergores dalam cerita hubungan antara PKI dan bangsa Indonesia. Beberapa tragedi buruk terukir, dan yang paling membekas adalah peristiwa Gerakan 30 September PKI. Kala itu PKI menculik sejumlah jenderal dan mengeksekusi mati.
Kendati demikian tidak sedikit yang menilai bahwa pelarangan buku berbau komunisme hanya sebagai bentuk ketakutan yang tidak beralasan. Banyak pihak mengatakan, buku-buku seperti ini tidak perlu dihentikan peredarannya karena di sisi lain, masyarakat harus tahu mengenai seluk beluk komunisme agar mereka tidak terjerumus ke dalamnya.
Salah satunya adalah Ade Hermawan. Ia bahkan mengatakan bahwa kisah kelam komunis di masa lalu bukan berarti pengetahuan tentang komunis sebagai kekayaan intelektual harus dihilangkan. Menurutnya akan sangat sulit membandingkan hal yang benar dan salah jika tidak ada contoh, dan buku kiri adalah salah satu sumber contoh yang baik.
"Kekayaan intelektual yang menjadi bagian sejarah dunia kok diberangus? Komunis memang tidak cocok dalam negara pancasila namun bukan berarti pengetahuan tentang komunis sebagai kekayaan intelektual dapat dihilangkan. Bagaimana kita dapat membandingkan suatu hal benar/salah. baik/buruk cocok/tidak manakala kita hanya memiliki 1 hal saja," tulis Ade.
Selain Ade, Kompasianer lainnya yang mengatakan kontra adalah Agung Setiawan. Agung menilai dalam tindakan pemberangusan ini ada sebuah kecenderungan menghakimi tanpa tahu siapa yang dihakimi. Dan tentu saja hal seperti ini tidak bisa diterima.
"Saya melihat kecenderungan kita adalah menghakimi tanpa tahu apa yang dihakimi. Menolak tanpa tahu apa yang ditolak. Menerima tanpa tahu apa yang diterima. Pada titik terparah, hidup tanpa tahu hidup itu apa dan untuk apa!" tulis Agung.
Memang bukan hanya Kompasianer yang menolak pemberangusan seperti ini. Duta Baca Nasional, Najwa Shihab juga turut berkomentar mengenai pelarangan buku bermuatan komunisme ini. Najwa mengaku sangat tidak setuju dengan pelarangan tersebut.