Bagaimana pejabat itu memiliki “kelas atau kedudukan” tersendiri sehingga sering bisa berbuat aneh-aneh dan aman. Budaya ini harusnya bukan menjadikan bangga malah malu untuk melindungi pelanggar. Pihak-pihak yang harusnya memberi contoh malah memberikan yang buruk, dan kadang orang sederhana yang memberikan inspirasi positif.
Ada juga yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi malah menghujat dan merusak. Seperti contohnya mahasiswa yang mengamuk. Susy mempertanyakan intelektualitas mereka. Jika hanya mengandalkan otot, apa bedanya dnegan preman?
Memalukan sebagai negara demokrasi, negara besar dan negara maju. Peringatan hari nasional yang fenomenalpun diwarnai dengan merusak fasilitas negara, mengapa tidak pernah mengutuk maling berdasi? Sikap kritis yang sama sekali tidak pada tempatnya. Jangan heran kalau jadi pejabat maling, menekan pihak lemah, dan mencari keuntungan sendiri.
Kita adalah bangsa Indonesia yang didirikan dengan lumuran darah dan keringat, jangan dicemari dengan kepentingan diri sendiri dan kelompok. Karena hal ini malah sangat bertentangan. Momen Harkitnas ini sangat tepat untuk berubah.
5. Di Tahun 2016 Biasakan Yang Benar Bukan Membenarkan Yang Biasa
Indah Pradhika menilai bahwa Indonesia harus bangkit dari masalah pendidikan, masalah korupsi, masalah kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan apabila pemerintah dan masyarakat sama-sama berusaha dalam meningkatkan derajat dan martabat bangsa.
Ada berbagai cara bisa kita lakukan untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini bisa kita mulai dari diri kita sendiri dengan cara introspeksi diri dan menyadari kesalahan kita masing-masing. Jika hal ini sudah kita biasakan, maka secara keseluruhan moral bangsa Indonesia akan menjadi baik dan dengan sendirinya bangsa indonesia akan menjadi bangsa yang besar.
Selain itu pemerintah juga hendaknya memperbaiki keadaan yang kini terjadi. Salah satunya adalah kebijakan-kebijakan yang diambil hendaknya berpihak terhadap masyarakat bukan justru menguntungkan kaum kapitalis bahkan cenderung merugikan rakyat. Karena pemimpin yang merakyat bukan dinilai dari penampilan semata, tetapi dari pemikiran, kebijakan, dan tindakan yang pro rakyat.
Kini saatnya bekerja nyata dan mandiri dengan cara baru penuh inisiatif, bukan hanya mempertahankan dan membenarkan cara-cara lama sebagaimana yang telah dipraktikkan selama ini. Hanya karena telah menjadi kebiasaan sehari-hari, bukan berarti sesuatu telah benar dan bermanfaat. Kita harus membiasakan yang benar bukan sekedar membenarkan yang biasa. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H