Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Cerita Perayaan Waisak dari Tahun ke Tahun

23 Mei 2016   14:30 Diperbarui: 23 Mei 2016   14:32 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompasianer Farchan

Hingga pukul 19.00, acara masih belum juga dimulai, padahal para biksu dan biksuni sudah berkumpul di panggung, siap untuk memanjatkan doa bersama. Hujan turun semakin deras, membuat pengunjung semakin resah.

Ternyata Suryadharma Ali yang kala itu menjabat sebagai Menteri Agama terlambat datang. Kejadian lebih ricuh lagi terjadi saat ritual Pradaksina, yaitu ritual para biksu mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali. Pengunjung semakin mendekat ke arah biksu, mencoba mengikuti mereka melakukan Pradaksina.

Waisak yang seharusnya menjadi momen sakral ibadah umat Buddha justru sebaliknya. Perayaan Waisak 2013 lalu mengalami sedikit kekacauan. Umat Buddha tidak dapat beribadah dengan tenang lantaran para turis penasaran menunggu pelepasan lampion yang perhelatannya diadakan berbarengan.

3. Waisak dan Persoalan yang Tak Kunjung Usai

Dokumentasi Kompasianer Farchan
Dokumentasi Kompasianer Farchan
Ritual Waisak di Borobudur itu universal. Banyak aliran dan sangha berkumpul menjadi satu di Borobudur. Ini sudah terjadi sejak dulu. Di masa kecil, Farchan Noor Rachman bersama ayahnya menonton arak-arakan ini di Borobudur, ia merasa takjub dengan baju-baju penganut Budha yang beraneka ragam, bhiksu-bhiksu yang datang dari berbagai negara tetangga.

Dahulu menjelang Waisak, banyak Bhiksu-bhiksu yang berlalu lalang di Muntilan dan Magelang. Penduduk desa juga secara sukarela menyediakan rumahnya untuk menginap bhiksu dan umat budha lainnya.

Masyarakat sekitar Borobudur turut menyambut saudara-saudaranya yang ingin merayakan hari rayanya. Bahkan ada sinkronisasi Budaya dalam rangkaian acara, ada semacam pengobatan gratis dari Walubi adalah semacam ucapan terima kasih kepada penduduk sekitar Borobudur yang sudah menyambut mereka.

Tapi itu dulu, sekarang judulnya lain lagi. Waisak sudah bergeser menjadi pertunjukan wisata dan kemudian lambat laun menjadi objek turisme, turisme yang sekarang menggejala tak terkendali dan liar.

Pengunjung yang bisa memaknai dengan benar apa arti Waisyak dan tak sekadar hanya terpikat dengan ritual di ujung berupa pelepasan lampion. Bukan sekedar pengunjung yang haha-hihi jepret kanan jepret kiri. Beberapa kali sebenarnya Farchan melakukan counter opinion untuk mengingatkan bahwa Waisak adalah perayaan ritual keagamaan, tapi tampaknya tak ada hasilnya, tenggelam dalam antusiasme perayaan Waisak yang hanya dimaknai dari pelepasan lampion.

Waisak adalah hari raya agama, Waisak adalah waktu di mana umat Budha beribadah. Mengganggu hak beribadah mereka berarti anda melanggar hak asasi. Untuk permisalan ketika seorang muslim, jika sedang sholat, disenggol sedikit saja konsentrasi buyar, lha ini difoto dengan flash, banyak lagi flashnya. Bagi yang sudah mengerti harus turut mengingatkan yang belum mengerti.

4. Di Balik Indahnya Perayaan Lampion Waisak 2015, Taman Menjadi Korban

Taman yang menjadi korban pengunjung. Dokumentasi Kompasianer Imam Uddin
Taman yang menjadi korban pengunjung. Dokumentasi Kompasianer Imam Uddin
Candi Borobudur yang menjadi tempat pemusatan perayaan Waisak selalu menyedot perhatian banyak orang. Bukan hanya umat Buddha tapi juga umat beragama lainnya. Tepat 2 Juni 2015 yang lalu, ribuan manusia berbondong-bondong menuju Borobudur guna mengikuti ritual perayaan Waisak.

Imam Uddin Hanief menjadi salah satu saksi perayaan ini. Mulai dari prosesi awal berkumpul di Candi Mendut, dan dilanjutkan berjalan menuju Borobudur hanya bisa diikuti oleh umat Buddha dan para undangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun