Monosodium glumate atau yang lebih dikenal sebagai MSG merupakan sebuah zat penguat rasa dan penyedap makanan. Bahan tambahan pangan ini membuat rasa makanan menjadi lebih gurih dan enak.
Namun dibalik nikmatnya makanan yang mengandung MSG ini, para ilmuwan menduga bahwa kandungan MSG pada makanan bisa membuat orang yang mengonsumsinya menjadi lebih gemuk dan buruk untuk kesehatan.
Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa MSG sangat berbahaya untuk kecerdasan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Meski diduga berbahaya untuk kesehatan, tidak sedikit masyarakat yang tetap mengonsumsi makanan mengandung MSG.
Tentu hal ini menjadi sangat menarik untuk dicermati dan Kompasianer memiliki pandangan-pandangan sendiri terhadap penggunaan MSG pada makanan ini. Berikut ini adalah 5 pandangan Kompasianer tentang penggunaan MSG pada makanan.
1. Penguat Rasa Alami Pengganti MSG Ada pada Jamur
Masyarakat yang tau dan paham bisa menghindar, tetapi generasi muda yang selalu dicekoki dengan penganan yang diberisi zat adiktif penyedap rasa merasa nikmat dan ketagihan. Diperparah lagi oleh tukang penjual makanan yang sekelas warung. Alasan mengapa Ngesti bisa menyampaikan hal ini adalah karena makanan seperti martabak, bakso, mie ayam, makanan di restoran dan lainnya yang sekiranya menggunakan tambahan pada racikannya.
Untuk melindungi keluarganya dari bahaya MSG ini, Ngesti menggunakan gula dan jamur sebagai pengganti penyedap rasa. Menurutnya, memasak memang harus memiliki jurus jitu agar makanan selalu terasa enak dan biasanya tidak pelit dengan bumbu alami, seperti bawang merah dan bawang putih, jika perlu dibantu dengan kemiri.
Sudah tidak menjadi rahasia tukang masak jika selalu menambahkan gula pada masakan. Yang lebih menakjubkan lagi, jamur memiliki rasa gurih, terutama jamur shitake. Rebus dan ambil sarinya sampai mengental dapat membantu meyedapkan rasa masakan anda.
2. MSG Aman, tetapi Belum Tentu Menyehatkan
Hal ini terjadi karena pada saat penambahan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang kemudian akan ditangkap oleh reseptor otak dan akan memunculkan sensasi rasa  makanan lebih lezat dan gurih.
Dari kecil, sebenarnya kita sudah terbiasa dengan paparan asam glutamat bebas (kandungan yang juga ada di MSG). Perlu diketahui asam amino yang paling banyak terkandung di Air Susu Ibu (ASI) adalah glutamat (0,02 persen). Jadi jika seorang bayi memiliki berat 5 kilogram dan mengkonsumsi 800 ml ASI setiap hari, bayi tersebut juga mengkonsumsi sekitar 0,16 gram glutamat.
Jumlah konsumsi glutamat ( baik bebas maupun ikatan) pada orang dewasa sekitar 10 gram per hari ( 100-150 mg/kg/hari asumsi berat badan 70 kg). Hal ini membuktikan penelitian sebelumnya pada hewan yang mengatakan bahwa MSG berhubungan dengan penambahan berat badan.
Sulit memang untuk menghindari pengunaan MSG hari ini . Banyak godaan makanan diluar sana yang banyak menyembunyikan keberadaannya dan tidak mungkin kita awasi penggunaannya. Di tambah lagi, jika sudah terbiasa terpapar MSG.
Efeknya hampir mirip dengan kecanduan karena melibatkan  reseptor di otak dalam merespon rasa sedap. Namun, tidak ada salahnya untuk memulai mengurangi dan mencoba untuk beralih ke pada penyedap rasa alami yang lebih aman atau cara lain adalah dengan memasak makanan di rumah sendiri sehingga penggunaan penyedap buatan seperti MSG mampu diawasi.
3. Tinggalkan MSG, Kembalilah ke Bahan Pangan dari Laut
Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Kemudian Kikunae Ikeda (1908), seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu adalah terletak pada kandungan asam glutamatnya.
Pada tahun 1970, FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok orang.
Nah, apabila Anda khawatir dengan efek samping MSG, maka kini kembalilah lagi, perolehlah rasa sedap, gurih, atau lezat itu pada bahan pangan yang berasal dari laut. Beberapa produk pangan dari hasil laut yang dapat secara praktis digunakan sebagai pengganti MSG, antara lain adalah ikan teri, udang dan terasi.
Memang hasil penelitian efek MSG terhadap kesehatan manusia masih diliputi oleh kontroversi, akan tetapi ada satu kekhawatiran bahwa efek MSG ini memang bersifat lambat. Oleh karena itu, beralih ke penyedap rasa alami adalah alternatif yang lebih baik.
4. Ganti MSG, Beralih ke Bumbu Dapur dan Bawang Putih
Suci Handayani Harjono tidak menamppik bahwa lidahnya merasakan perbedaan rasa saat menyantap makanan yang ditaburi MSG dan yang tidak. Namun beberapa tahun terakhir ia mengalami masalah pada tenggorokannya ketika menyantap makanan berMSG.
Karena itulah ia mulai menggunakan bumbu alternatif, yaitu bawang putih sebagai pengganti MSG. Untuk tetap mempertahankan aroma dan cita rasa, bawang putih tidak usah di tumbuk halus tetapi cukup di gecek/di geprak kasar saja. Serat bawang putih akan tetap menimbulkan aroma kuat dan rasa yang awet. Selain bawang, ditambahkan sedikit gula pasir untuk menambah cita rasa.
Suci menambahkan. selain itu ibu juga harus pintar menambahkan bumbu-bumbu dapur yang mudah didapatkan dan aman untuk keluarga. Campuran laos, kunci, kunir, salam, daun jeruk, sere, kayu manis, dll akan menambah aroma adan cita rasa, tak kalah dengan masakan dengan taburan MSG.
5. Sudahlah Jangan lebay, MSG Bukan Racun!
Sejak jaman dahulu, MSG dipakai masyarakat kita sebagai penyedap rasa. Dan selama itu MSG aman-aman saja. Kalau MSG itu bikin gemuk ya wajar saja, karena makanan jadi tambah enak, akhirnya makannya berlebih. Jadi bukan MSG-nya tapi karena orangnya yang nggak kontrol.
Pada dasarnya MSG diciptakan untuk membantu penyerapan nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh. Badan-badan kesehatan dunia atau Amerika, Komunitas Kesehatan Eropa, dan BPOM pun mengamini.
Intinya semua makanan itu baik (kecuali racun dan yang diharamkan) tergantung bagaimana atau cara manusia mengkomsusinya. Semua makanan bisa membunuhmu jika anda berlebihan atau salah dalam mengkomsumsinya. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H