Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) merupakan sebuah terobosan dari Kemendikbud. Selain karena memang mengikuti arus perkembangan zaman yang semakin kental dengan peranan teknologi, UNBK dinilai lebih efektif. Namun tidak sedikit juga pihak yang mengatakan penyelenggaraan UNBK jauh dari kesiapan infrastruktur.
Memang, syarat penting yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan UNBK adalah infrastruktur sekolah yang bersangkutan. Perangkat komputer adalah benda wajib yang digunakan. Oleh karena itu, Kemendikbud melalui halaman resminya mengatakan bahwa UNBK hanya diselenggarakan pada sekolah yang sudah siap baik dari infrastruktur, SDM, maupun peserta.
Penyelenggaraan UNBK ini pertama kali dilaksanakan pada 2014 lalu secara online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) dan setelah dua tahun perkembangannya, UNBK mulai merambah ke sekolah-sekolah negeri dan swasta di berbagai kota.
Sayangnya, masih ada kendala untuk penyelenggaraan UNBK ini. Salah satunya adalah perangkat. Bahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Adrianto mengatakan bahwa pelaksanaan UN berbasis komputer masih mengalami kendala yaitu kurangnya perangkat komputer di sekolah-sekolah.
"Memang kondisi atau kendala perangkat yang tersedia, kalau ada sekolah yang menyelenggarakan UN berbasis komputer itu juga tiga shift karena jumlah komputernya satu banding tiga," kata Sopan dikutip dari Kompas.com
Melihat hal ini, Kompasiana tertarik untuk membuat sebuah jajak pendapat Pro Kontra tentang penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Kompasiana memberikan pernyataan bahwa "UN Berbasis Komputer Merepotkan" dan hasilnya seimbang. 3 Kompasianer menyatakan sependapat dan 3 Kompasianer lainnya menyatakan berseberangan.
Sugeng Pramono adalah salah satu yang berpendapat bahwa UNBK merepotkan. Dalam kolom Pro, ia menuliskan, UNBK dianggap merepotkan karena penyelenggara belum bisa menyiapkan teknologi dan infrastruktur yang memadai. Bahkan cenderung membebankan pada siswa yang bersangkutan.
"Saya berpendapat setuju bahwa UN berbasis komputer merepotkan siswa selama perangkat dari penyelenggara dalam hal ini negara dengan segenap sumber dayanya, baik dana, manusia dan asset belum mempersiapkan apalagi meminta siswa membawa laptop. Bisa jadi siswa yang diminta membawa laptop memang memiliki tetapi sekali lagi yang meyelenggarakan adalah negara dan sepatunya negara berupaya," tulis Sugeng.
Pendapat ini tidaklah salah, bahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta pun sudah mengakui kekurangan ini seperti yang telah ditulis sebelumnya. Kekurangan infrastruktur khususnya perangkat komputer semestinya bisa menjadi pembelajaran untuk penyelenggaraan berikutnya.
Selain Sugeng Kompasianer lain yang mengatakan hal senada adalah Dara Febriana. Menurutnya, tidak sedikit orangtua yang memaksakan untuk membeli sebuah laptop agar anaknya bisa mengikuti Ujian Nasional ini. Dan tentu saja hal ini menjadi sangat merepotkan.
"Kalau harus bawa laptop sendiri tentunya merepotkan. Tambahan lagi sampai harus beli. Kalau untuk murid yang mampu mungkin gak masalah, tapi yang gak mampu bagaimana. Komputerisasi memang memudahkan tapi kalau belum siap jangan terlalu dipaksakan," tulis Dara.
Memang benar, untuk mengikuti UNBK ini siswa disarankan membawa laptop pribadi. Seperti contohnya di Gresik. Sebanyak 282 siswa SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik memilih membawa laptop pribadi dari rumah masing-masing agar jalannya ujian bisa berlangsung lebih lancar dan tidak terkendala perangkat.
“Sebagai antisipasi, kami juga sediakan beberapa laptop inventaris milik sekolah, sebagai jaga-jaga bila ada siswa yang kelupaan atau tidak memiliki laptop sendiri. Namun sebagaian besar siswa, memang membawa laptopnya sendiri,” ujar Kepala SMP 12 Muhammadiyah GKB, Hari Widianto dikutip dari Kompas.com
Meski demikian tidak sedikit juga yang menilai bahwa Ujian Nasional Berbasis Komputer justru lebih memudahkan siswa dalam melaksanakan ujian. Sebanyak 3 Kompasianer menyatakan demikian.
Salah satunya adalah Arief Rachman Hakim yang mengatakan, dengan menggunakan komputer proses Ujian Nasional bisa dikerjakan lebih cepat dari pada dengan cara menghitamkan jawaban seperti yang dilakukan UN berbasis kertas. Sehingga siswa pun memiliki waktu yang lebih banyak untuk berpikir dan mengerjakan soal.
"Menurut saya malah membantu siswa, JIKA pelaksanaannya telah memenuhi sarana dan prasarananya. Milih mana coba ngetik apa tulis tangan? Ngeclick apa menghitamkan lembar jawaban? Sepertinya menggunakan komputer akan membuat siswa memiliki lebih banyak waktu untuk berpikir daripada mengisi lembar jawaban. Pemanfaatan waktu akan lebih efektif," tulis Arief.
UNBK sendiri juga dianggap meningkatkan kejujuran siswa dalam menjalani Ujian Nasional. Selama ini bukan menjadi rahasia lagi jika banyak sekali bertebaran kunci jawaban Ujian Nasional di masyarakat saat penyelenggaraan UN. Bahkan ada juga oknum yang melakukan jual beli kunci jawaban Ujian Nasional ini.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam menyebutkan, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) efektif untuk meningkatkan kejujuran dalam pelaksanaan UN.
Secara garis besar, papar Nizam, terdapat 24 provinsi dari total 34 provinsi yang integritasnya naik. Meskipun ada pula daerah yang mengalami penurunan.
"Ini perlu kita dorong lagi untuk mengikuti mayoritas yang sudah lebih baik. Kita perlu terus mengkampanyekan pentingnya integritas di sekolah," kata Nizam usai konferensi pers di Kantor Kemendikbud, dikutip dari Kompas.com
Bukan hanya itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun angkat bicara soal penyelenggaraan UNBK. Bahkan ia menyatakan telah menargetkan, tahun depan pelaksanaan UN di seluruh sekolah di Jakarta harus sudah berbasis komputer. Dengan demikian tidak ada lagi ujian yang menggunakan lembar soal dari kertas.
"Tahun depan kita minta semua targetnya tidak ada lagi yang ujian kertas, semua harus sama," kata Ahok seperti diberitakan Kompas.com.
Kompasianer yang berpendapat senada adalah Putu Suardana. Menurutnya teknologi ada dan hadir untuk memudahkan. Bukan untuk mempersulit penggunanya.
"Ada teknologi kok merepotkan mestinya kan memudahkan. masak ke bulan mau naik angkot?" tulis Putu.
Ujian Nasional Berbasis Komputer ini memang menjadi hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Tentu saja penyelenggaraan ini memiliki sisi positif dan negatif yang bersamaan selayaknya dua sisi mata uang. Namun meski demikian, upaya untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik perlu didukung oleh semua pihak dari semua lapisan. Termasuk kita sebagai masyarakat. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H