Namun meski program berkala tersebut baik, akan jauh lebih baik lagi jika menjaga dan melestarikan Bumi atas kesadaran kita sendiri.
2. Hari Bumi : Sayangi Bumi, Lestarikan Kehidupan di Atasnya
Tanah dikupas demi hajat hidup yang tak jelas. Lapis demi lapis tanah membentuk kubangan yang sungguh menyedihkan. Lantas berapa lama waktu yang dibutuhkan agar kubangan itu kembali menjadi hijau? Pertanyaan besar ini muncul dalam artikel yang ditulis Dinda Pertiwi.
Selain itu ada juga lahan lahan sawit yang dibuka dengan cara menebas begitu saja hutan belukar dengan cara yang tak elok, yaitu dengan membakarnya.
Menyayangi Bumi demi kelestarian hidup di atasnya dan membuat kerusakan di Bumi sebenarnya dilarang bahkan dalam agama. Karena Tuhan menciptakan semuanya dengan keberaturan untuk mencukupi hidup manusia dan seluruh makhluk hidup.
Lalu siapa yang salah? Menurut Dinda, memang sebaiknya tidak usah saling menyalahkan karena semua ada keterkaitan. Mulai dari pembuat kebijaksanaan, pengelola atau perusahaan yang mengeruk hasil perut Bumi.
Semua ini tentu akan kita wariskan pada anak dan cucu kita. Lalu jika kerusakan dibiarkan, apa yang kita wariskan nantinya? Lihat saja, ketika kemarau tiba padang debu tercipta. Ketika hujan tiba, petaka datang dengan sendirinya.
Manusia tidak bisa lagi bersikap egois hanya untuk kepentingan semata.
3. Hanya untuk yang Peduli dengan Bumi
Apa yang bisa kita lakukan untuk menyikapi makna Hari Bumi? Komapsianer Kaka Danang mengulas hal ini dalam artikelnya.
Memang menurut Danang, Hari Bumi tidak booming seperti hari raya atau hari nasional lainnya. Bahkan jika banyak yang tahu bahwa 22 April adalah Hari Bumi, kebanyakan masih tidak tahu apa yang akan mereka lakukan untuk menyikapinya.