[caption caption="Pemerintah memberlakukan harga baru BBM terhitung 1 April. Sumber: Kompas.com"][/caption]Terhitung 1 April lalu pemerintah menetapkan harga baru Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga premium yang semula Rp 6.950 turun menjadi Rp 6.452, sedangkan harga solar yang semula Rp 5.650 turun menjadi Rp 5.150,-
Keputusan ini diambil setelah melalui berbagai pertimbangan. Namun kebijakan ini akan dikaji kembali dalam waktu tiga bulan setelah penetapan harga baru.
Tentu saja sebelum diambil keputusan, wacana penurunan harga BBM ini mengundang komentar dari berbagai pihak. Ada yang mendukung, ada juga yang malah menyayangkan. Namun pemerintah telah memutuskan dan kebijakan ini harus dijalankan.
Lantas bagaimana komentar dan tanggapan setelah harga BBM ini diturunkan per 1 April lalu? Beberapa Kompasianer memiliki opini yang berbeda-beda dan berikut ini adalah 5 opini pasca penurunan harga BBM 1 Arpil lalu.
1. Pemerintah Tak Punya 'Taji' Kepada Organda
Pemerintah sudah memberlakukan tarfi baru BBM pada 1 Arpil lau dengan harapan penurunan ini akan memengaruhi inflasi di tahun 2016. Namun sepertinya harapan itu akan jauh dari kenyataan.
Karena menurut Priyanto Sukandar salah satu penyumbang inflasi adalah sektor angkutan umum yang enggan untuk menurunkan tarifnya. Moda transportasi umum yang patur atas instruksi Menteri Perhubungan untuk menurunkan tarif pasca penyesuaian harga BBM hanya PT KAI saja. Selebihnya tidak.
Bagaimana dengan angkutan darat lain? Nampaknya pemerintah tak punya taji untuk menekan Organda untuk menurunkan tarifnya. Bahkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pernah mengatakan bahwa Organda tidak pernah mau menurunkan tarif meski harga BBM beberapa kali mengalami penurunan.
Pemerintah seharusnya punya kekuatan untuk meluruskan hal ini. Tapi mungkin juga pemerintah saat ini perlu untuk memikirkan agar angkutan umum untuk dapat dilepas kepada mekanisme pasar. Biarkan mekanisme pasar yang utuh berjalan sehingga konsumen yang akan memilih sendiri transportasi umumnya.
Memang dalam UU pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur dan membina operator angkutan umum. Namun alangkah baiknya pembinaan dan pengaturan tersebut hanya di lingkup keamanan kendaraan tanpa harus turut serta mendistorsi tarif.
2. BBM Naik Segera Ikut Naik, BBM Turun (Pura-pura) Tak Tahu Apanya Turun?
[caption caption="Harga BBM turun terhitung awal April. Sumber: bisniskeuangan.kompas.com"]
Menurutnya saat harga bBMm naik, semua pihak saling berlomba untuk ikut menaikkan harga. Seperti harga sembako juga tarif angkutan umum. Semua berlomba untuk menyesuaikan harga.
Tapi lihat ketika harga BBM turun. Hampir tidak ada penyesuaian harga dari yang lain. Sembako tetap mahal dan tarif angkutan tetap tinggi. Yang ada baik pedagang sembako maupun kondektur tetap berdalih dan mencari-cari alasan.
Apalagi jika penurunan harga BBM ini hanya berlaku untuk tiga bulan mendatang. Masih ada kemungkinan untuk kembali naik setelah evaluasi dari pemerintah. Ketika hal ini terjadi, dapat dipastikan harga-harga akan kembali mengalami guncangan.
3. Harga BBM Turun, Apa yang Terjadi?
Penurunan harga BBM ini sangat wajar jika kita menyikapinya dengan penuh harapan. Berharap harga-harga lain akan ikut turun menyesuaikan harga. Namun tentu saja tetap ada rasa pesimistis.
Tidak sedikit pelaku pasar yang menanggap kebijakan ini hanya angin lalu. Mereka mungkin beranggapan pemerintah hanya main-main karena hanya melakukan uji coba.Imbasnya, mereka tidak buru-buru menurunkan harga di pasaran.
Itulah yang dituliskan Asron Da Finsie dalam opininya. Menurutnya adalah suatu kewajaran jika masyarakat bersikap pesimistis.
Harapan sekarang menunggu hukum pasar supply dan demand terjadi. Dan apakah ini akan terjadi, persediaan melimpah, permintaan sedikit sehingga harga menjadi turun karena persaingan. Atau karena jika tidak terjual produk akan menjadi rusak, layu atau hancur. Hal ini dapat diruntut dari jenis produk barang dan jasa itu sendiri.
Tentu saja pemerintah tidak akn terlalu berani berspekualis untuk tetap bertahan dengan harga BBM yang turun saat ini. Karena bisa jadi malah menjadi beban penyelenggaraan negara.
Dengan mensubsidi rakyat dengan BBM murah, sedangkan untuk membeli minyak mentah saja harganya masih tinggi maka ini akan membebani.
Untuk membeli minyak di pasaran global itu harus menggunakan sumber uang dari mana, apakah dari pinjaman utang luar negeri yang sudah semakin besar itu?
Atau bisa menggunakan sumber uang hasil pendapatan Negara dari pajak, sedangkan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) bagi penghasilan pribadi sekarang ini semakin diperbesar dengan harapan akan meningkatkan daya beli masyarakat di pasaran yang berimbas laku atau hidupnya proses jual beli di pasaran.
Hal ini tentu menjadi anomali. Penilaian juga tentu bergantung pada masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat berpenghasilan menengah ke atas tentu masih bisa berasabar. Tapi bagaimana dengan berpenghasilan menengah bawah?
4. BBM Turun–Iuran BPJS Naik: Bagaikan Jungkat-jungkit di Taman Kanak-kanak
[caption caption="BBM turun, premi BPJS Kesehatan naik. Sumber: bisniskeuangan.kompas.com"]
Menurut Rara, mendengar BBM naik masyarakat mengeluh. Belum lagi bermacam alasan adan kritikan dari mahasiswa. Sepertinya kebijakan-kebijakan negara ini lebih sering kontra dibandingkan dengan pro.
Melihat kebijakan ini, Rara menilai bahwa penurunan harga BBM tapi diiringi dengan kenaikan premi BPJS Kesehatan hanya seperti mencari celah untuk saling menutupi.
Masyarakat diberi kesempatan untuk merasakan harga BBM turun tapi malah harus merogoh kantong lebih dalam untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Hal ini malah seperti timbangan yang berat sebelah.
Bahkan jika dianalogikan, kebijakan ini seperti jungkat-jungkit anak-anak di sekolah. Satu kebijakan yang menurunkan harga malah berdampak harus menaikkan harga lain.
5. BBM Turun? Pakailah Pertamax!
Penurunan harga BBM ternyata belum bersinergi dengan penurunan harga barang kebutuhan lainnya. Makanya, meskipun dengan penurunan harga BBM, bagi masyarakat kecil tentu belum dirasakan manfaatnya.
Seperti itulah opini yang dituliskan M. Ali Amiruddin dalam artikelnya. Ia menambahkan bahwa terlepas dari harga penurunan BBM, yang belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya, ternyata hikmah dari harga BBM yang sempat naik adalah ketika masyarakat berusaha membeli Pertamax sebagai alternatif pengganti.
Memang dengan membeli BBM nonsubsidi bukan hanya berarti kita memberikan bantuan lebih pada pemerintah untuk membangun fasilitas umum. Tetapi juga tentu saja ada keuntungan pribadi yang kita dapat.
Contohnya adalah mesin kendaraan menjadi lebih awet dan tahan lama. Dengan begitu kita tidak usah mengeluarkan biaya lebih besar untuk memperbaiki mesin yang rusak.
Dengan selisih sekitar lebih dari seribu rupiah, Ali mengatakan bahwa ada keuntungan yang didapat saat menggunakan Pertamax. Tentu saja ini juga dapat berimbas pada kondisi ekonomi. Ketika menggunakan Pertamax, bahan bakar menjadi lebih irit dan bisa mengurangi pengeluaran.
Oleh karena itu meski harga BBM subsidi turun, Ali menyarankan agar tetap menggunaakan BBM nonsubsidi. Karena selain untuk keuntungan pribadi, kita juga membantu pemerintah untuk membangun fasilitas.
---
Itulah 5 opini dari Kompasianer pasca penurunan harga BBM awal April lalu. Lantas apakah Anda juga memiliki cerita menarik atau opini pasca penyesuaian harga BBM ini? Anda bisa menuliskan artikel dengan mencantumkan label BBM Turun pada artikel Anda. (YUD)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H