[caption caption="Para joki menawarkan jasa untuk melewati kawasan 3in1 Ibu Kota. Kompas/RADITYA HELABUMI"]
Jakarta selalu menjadi daya tarik bagi para pendatang dari seluruh Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua. Mereka ramai-ramai datang mengadu nasib di Ibu Kota. Itulah yang dikatakan Kompasianer Mawalu dalam artikelnya.
Memang, Jakarta selalu menjadi sasaran bagi para pengadu nasib dari berbagai daerah. Bahkan tidak sedikit dari mereka mengadu peruntungan dengan berbagai jalan, baik halal maupun haram, baik legal maupun ilegal.
Menurut Mawalu, yang ada di benak para pendatang adalah yang penting sudah menginjak Jakarta. Orang tua atau keluarga di kampung pasti tidak tahu pendatang di sini kerja apa, yang penting orang di kampung tahu bahwa pendatang ini kerja di Jakarta.
Inilah salah satu faktor yang memicu hadirnya joki-joki 3in1 di ruas jalan Ibu Kota. Kebijakan Sutiyoso kala menjabat sebagai Gubernur DKI memang bertujuan mulia yaitu untuk mengurangi kemacetan. Namun di sisi lain, kehadiran joki 3in1 malah menjadi masalah baru.
Berkali-kali dirazia dan ditangkap tidak membuat para joki ini kapok untuk mencari lewat sistem 3in1 ini. Tarif yang dikenakan oleh joki ini pun beragam. Mulai dari 10 ribu hingga 20 ribu sekali angkut. Bagi joki, uang senilai ini dianggap besar, namun untuk para pemilik kendaraan roda empat uang ini mungkin hanya receh bagi mereka.
Mawalu menambahkan kebijakan adanya sistem 3in1 ini malah menjadi mubazir karena pemilik kendaraan roda empat juga kucing-kucingan dengan menggunakan jasa joki 3in1 ini. Jadi, menurut Mawalu, memang tidak ada gunanya kebijakan 3in1 ini dan sebaiknya dihapuskan.
3. [3 in 1] Mengapa 3 in 1 Perlu Dihapus?
Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2003 tentang sistem 3in1 memang diberlakukan untuk mengurangi tingkat kemacetan dan jumlah kendaraan di jalanan DKI Jakarta, khususnya pada jam dan titik tertentu.
Namun menurut Tjiptadinata Effendi peraturan ini malah berubah arah dan justru membuka kesempatan bagi warga Jakarta untuk mengais rupiah dengan menjadi penumpang bayaran alias joki.
Hal ini menimbulkan pro dan kontra, di satu sisi warga Jakarta yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan bisa memanfaatkan sistem 3in1 ini. Namun di sisi lain memang sangat ironis ketika aturan dibuat malah memunculkan pelanggaran lainnya.
Alasan "demi kemanusiaan" untuk menjadikan dearah 3in1 ini sebagai lapangan pekerjaan bagi warga miskin DKI sangat tidak tepat. Walaupun belakangan Satpol PP melakukan penertiban pada joki 3in1 ini juga sangat tidak efektif.