Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

7 Faktor Eksternal yang Bisa Hambat Ahok di Pilgub 2017

2 April 2016   16:38 Diperbarui: 2 April 2016   16:40 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gubernur DKI Jakarta, Basuk Tjahaja Purnama. Sumber : megapolitan.kompas.com"][/caption]Ahok begitu fenomenal. Setidaknya seperti itulah kalimat yang dituliskan media dalam menilai Ahok. Gubernur DKI Jakarta yang kini masih menjabat ini memang tengah dielu-elukan publik. Masyarakat menilai kinerja yang ditampilkan Ahok harus dilanjutkan pada periode berikutnya. Mereka yang puas dengan kinerja Ahok kemudian memberikan dukungan agar mantan bupati Belitung ini bisa maju kembali dalam Pilkada 2017 mendatang. Tentu saja karena saat ini Ahok tidak berada dalam naungan partai mana pun, jalur independen menjadi alternatifnya.

Kendati mendapatkan banyak penilaian positif, tidak sedikit juga masyarakat yang menilai kinerja Ahok ini malah membuat penduduk DKI Jakarta merugi. Sikap dan ucapan yang kasar menjadi salah satu sasaran empuk untuk menjauhkan Ahok dari kursi kepemimpinan periode berikutnya. Banyak pakar juga yang menilai sikap keras Ahok ini bisa menjadi bumerang untuknya sendiri.

Memang setiap orang berhak mengemukakan pendapat untuk apa pun karena kita sedang berada di negara yang demokratis, termasuk menilai kinerja pemimpin masing-masing. Tetapi tentu saja harus dalam ranah yang bisa dipertanggungjawabkan dan tidak melewati batas aturan.

Akan sangat menarik jika kita melihat sosok yang "fenomenal" ini melalui sisi lain. Mereka yang mendukung Ahok merasa yakin bahwa jagoan yang diusungnya bisa melaju kembali di Pilkada dan pulang membawa kemenangan. Namun, bagaimana jika tidak? Faktor eksternal apa saja yang bisa menghambat Ahok dalam Pilkada DKI 2017? Lalu bagaimana sikap Kompasianer dalam melihat fenomena ini? Berikut ini adalah 7 faktor yang dapat menggagalkan Ahok di Pilkada DKI 2017 yang diambil dari topik pilihan Calon Gubernur DKI 2017.

1. Bila Musisi ini Maju Pilkada, Ahok Bisa Keok

[caption caption="Iwan Fals, salah satu legenda musik Indonesia. Sumber: entertaiment.kompas.com"]

[/caption]Meski Pilkada akan berlangsung tahun depan, kondisi politik di DKI Jakarta sudah mulai memanas. Bakal calon gubernur satu per satu bermunculan dari berbagai kalangan. Politikus, pengusaha, bahkan musisi mendeklarasikan namanya untuk menjadi orang nomor satu di Jakarta. Nama-nama tenar seperti Yusril Ihza Mahendra, Adhyaksa Dault, Sandiaga Uno bahkan Ahmad Dhani menyeruak ke permukaan. Namun, menurut Bambang Setyawan ada satu nama yang dapat mengalahkan Ahok jika maju ke Pilkada 2017.

Dia adalah musisi pelantun lagu Oemar Bakri. Ya, Iwan Fals, satu dari legenda musik Indonesia ini diyakini dapat mengalahkan Ahok jika ia mau masuk ke ranah politik. Menurut Bambang, kharisma Iwan Fals sampai sekarang belum ada yang menandingi. Musisi ini memiliki basis yang luar biasa luas, bukan hanya di Jakarta tapi juga Indonesia. Semisal Iwan Fals berani maju di Pilkada DKI Jakarta, baik melalui dukungan parpol maupun jalur independen sepertinya tidak akan ada yang mampu membendungnya.

2. Basis Suara Ahok Akan “Tercabik-cabik”

[caption caption="Charles Honoris. Sumber: kompas.com"]

[/caption]Kabar dari Pemuda Indonesia Hebat, PDIP yang ingin menyandingkan Charles Honoris bersama Djarot Saiful Hidayat menyeruak. Menurut Erno Sanusi, jika usulan pasangan ini terwujud, diperkirakan akan dapat memecah basis suara dukungan yang awalnya terfokus pada Ahok.

Memang secara kualifikasi, Djarot dan Charles memiliki jam terbang yang cukup tinggi. Djarot yang saat ini tengah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta tentu memiliki nilai tambah. Ia dinilai memiliki pengalaman dalam menangani masalah di Jakarta. Sedangkan Charles, ia adalah ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta yang merupakan organisasi sayap kepemudaan PDI Perjuangan. Dinilai sebagai anak muda yang potensial, Charles kemudian ditunjuk menjadi Caleg PDIP tahun 2014.

Menurut Erno,pasangan Djarot-Charles adalah kombinasi tepat untuk melawan Ahok. Djarot memiliki banyak pengalaman dalam berpolitik, sedangkan Charles adalah anak muda potensial yang dapat memiliki sikap kepemimpinan tinggi. Karena itulah jika pasangan ini terwujud, diperkirakan basis suara Ahok akan terpecah. 

3. Pemimpin Idaman Bukan dari Jalur Independen

[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama maju sebagai bakal calon gubernur Pilkada DKI 2017 lewat jalur independen. Sumber: kompas.com"]

[/caption]Karena tidak berada dalam naungan parpol, Basuki Tjahaja Purnama harus mengambil jalur independen untuk maju sebagai Cagub pada Pilkada 2017 mendatang. Jalur independen ini mengharuskan calonnya mengumpulkan dukungan masyarakat dalam batas jumlah tertentu. Jika tidak melewati batas, Ahok tidak bisa maju sebagai Cagub. Jalur independen inilah yang disoroti oleh Axtea 99.

Menurutnya, selama ini belum ada calon independen yang mampu mengalahkan calon yang dipilih oleh parpol. Tentu saja ini dipengaruhi oleh jumlah suara sehingga seharusnya parpol tidak perlu khawatir akan kalah oleh calon independen. Secara tidak langsung, hal ini juga menyatakan bahwa Ahok bisa saja digagalkan untuk maju ke kursi DKI 1 jika parpol lebih fokus membina dan membentuk kader yang berkualitas dan sesuai harapan masyarakat.

4. Siapkah Ahok Independen Tanpa Pengusaha?

[caption caption="Ahok harus konsisten di jalur independen dan tidak boleh dipengaruhi pengusaha. Sumber: kompas.com"]

[/caption]Fenomena Ahok yang maju sebagai calon independen kembali menjadi sorotan. Jalur independen adalah hal wajar karena memang telah dijamin oleh undang-undang. Banyak pihak menilai jika satu orang maju secara independen tanpa intervensi parpol, hampir dapat dipastikan tidak ada politik "bagi-bagi jabatan" atau apa pun itu untuk menguntungkan parpol pengusung sehingga bakal calon dengan jalur independen diklaim adalah sosok yang lebih bersih.

Padahal nyatanya tidak. Menurut Satria Zulfikar Rasyid, calon dengan jalur independen belum menjamin elektabilitasnya akan berjalan mulus tanpa diganggu unsur lainnya. Permasalahan lainnya adalah pada pengusaha. Ahok bisa saja lepas dari parpol, namun tidak menjamin bisa lepas dari pengusaha. Tentu saja untuk melakukan kampanye, Ahok membutuhkan sumber dana. Ketika masyarakat mengasumsikan Ahok berdiri di luar partai dan benar-benar tanpa gangguan unsur apa pun, apakah betul-betul berdiri di luar pengusaha juga saat maju pada Pilgub?

Menurut Satria, pihak yang memiliki banyak tuntutan dan mengganggu kinerja pejabat bukan hanya parpol, tetapi juga pengusaha. Kita tahu bahwa produk hukum dipengaruhi oleh politik sedangkan produk politik kerap dipengaruhi juga oleh pengusaha yang bermain bersama oknum Legislatif atau Eksekutif.

5. Kesalahan Strategi Ahok dan Teman Ahok Sebaiknya Jangan Diteruskan

[caption caption="Kontroversi ilustrasi gambar dari Teman Ahok. Sumber: kompas.com"]

[/caption]Media sosial kerap dijadikan tempat berkampanye yang efektif. Ketika satu hal dimuat, dengan cepat juga dapat disebarluaskan. Media sosial seolah memiliki jaringan tidak terbatas untuk menyebarkan kabar. Mudah dan cepat juga menjadi salah satu keunggulannya. Namun, ketika salah langkah dalam menggunakan media sosial, tentu saja konsekuensinya adalah perlakuan bully dari netizen.

Media sosial ini dimanfaatkan betul oleh politisi dan pendukungnya, salah satunya adalah Teman Ahok. Teman Ahok menggunakan berbagai platform media sosial untuk menyuarakan dukungannya. Sayang, menurut Reza aka Fadli Zontor, ada satu blunder yang dilakukan oleh Cyber Army Ahok dalam berkampanye, yaitu ketika memainkan isu SARA dengan mengusung tagline "Gw Muslim dan Gw Dukung Ahok".

Menurut Reza, kampanye di media sosial butuh strategi yang matang. Jika dilakukan terburu-buru justru akan memberikan dampak negatif pada calon yang bersangkutan. Bersabar sejenak, atur strategi dengan hati-hati dan lakukan kampanye dengan cara simpatik adalah langkah yang tepat. Jangan sampai menggunakan cara-cara konyol ataupun sporadis tanpa koordinasi.

6. Ada 5 Alasan Pilih Ahok, tetapi Ada 20 Alasan Juga untuk Tolak Ahok

[caption caption="Ormas Islam tolak kepemimpinan Ahok. Sumber: Tribunnews.com"]

[/caption]Masyarakat tentu lebih banyak melihat sisi baik dan kinerja Ahok melalui media massa. Namun, akan lebih bijak jika kita melihatnya dari kedua sisi, baik dan buruk. Itulah yang diungkapkan Revaputra Sugito dalam ulasannya. Menurutnya, sangat tidak salah jika Ahok ingin kembali menjabat sebagai gubernur. Itu adalah hak setiap orang dan warga negara untuk berpolitik serta telah dijamin oleh undang-undang. Namun, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan apakah Ahok layak untuk kembali menjabat atau tidak.

Setidaknya ada 20 poin yang diutarakan, di antaranya adalah: Pertama adalah Ahok orang yang tidak amanah. Reva melihat hal ini karena Ahok hanya menjabat selama 16 bulan sebagai bupati Belitung. Ia mempertanyakan apa hasil dan kinerja yang diberikan dengan waktu sesingkat itu. Kedua, Ahok adalah orang yang curang. Ahok kerap bergonta-ganti partai dan memang dicap sebagai "kutu loncat". Reva menilai Ahok melakukan hal tersebut demi tujuan pribadinya. Ketiga, Ahok adalah pemimpin yang kasar. Hal ini terlihat dari sikap Ahok yang sering "nyemprot" sana-sini tanpa pandang bulu. Bahkan, terkadang Ahok menggunakan kata-kata yang tidak baik dalam melakukannya.

7. Mengapa Ahok Harus Dihentikan?

[caption caption="Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Sumber: Kompas.com"]

[/caption]Kompasianer Goenawan memiliki pandangan bahwa bangsa ini tengah diperdaya oleh Ahok dan Teman Ahok. Ia menilai Ahok membuat masyarakat mengira tidak ada lagi pemimpin atau DPRD yang baik di negeri ini. Padahal, pemimpin lain seperti Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Risma, dll. bisa membangun daerahnya tanpa mem-bully atau menyebut DPRD sebagai maling. Bahkan menurutnya konsep Ahok dalam membangun Jakarta ini sangat membahayakan.

Goenawan menilai bahwa mengalahkan Ahok sebenarnya relatif mudah. Kekuatan Ahok berada pada Teman Ahok sebagai pendukung dan menurutnya Teman Ahok ini tidak memiliki akar rumput yang kuat. Mereka sebagian besar adalah ABG atau remaja dari kalangan bawah dengan iming-iming yang sebenarnya tidak seberapa. Jika kita melemahkan Teman Ahok, diperkirakan 90 persen suara Ahok akan terganggu.

---

Pemilihan Gubernur memang akan berlangsung 2017 mendatang. Namun, tidak ada salahnya jika kita mulai mengira-ngira siapa yang akan berdiri memimpin Jakarta sebagai orang nomor satu. Nama-nama bakal calon bermunculan dan peta persaingan menjadi semakin sengit. Publik pun tidak henti memberikan pandangan pada setiap bakal calon dengan berbagai sisi dan sudut pandang.

Tentu saja publik juga boleh berabstraksi apakah nama yang mereka gadang akan mendapat suara paling tinggi atau sebaliknya. Namun, apa pun bentuk dukungan yang diberikan haruslah memiliki batas kewajaran. Bakal calon pemimpin yang kita elu-elukan adalah manusia biasa, sama seperti kita. Tidak ada bentuk superioritas, semua tentu memiliki titik lemah dan dapat dikalahkan. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun