Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

5 Kesan dari Ajang Piala Oscar 2016

26 Maret 2016   18:43 Diperbarui: 26 Maret 2016   19:03 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi - Academy Awards 2016 (blastmagazine.com)"][/caption]28 Februari lalu, ajang penghargaan insan film terbesar di dunia 2016 digelar. Dalam perhelatan ini, sebanyak 24 penghargaan diberikan dalam berbagai macam kategori. Piala Oscar yang berlangsung di Dolby Theatre, Hollywood, Los Angeles ini mendapat beberapa catatan menarik dari berbagai pihak. Salah satunya yang paling menonjol dalam pemberitaan media adalah Leonardo DiCaprio yang berhasil merebut gelar Best Actor setelah bertahun-tahun penantian. Juga adanya isu terkait rasisme karena 20 aktor dan aktris yang menjadi nominator semuanya berkulit putih.

Di sisi lain, Piala Oscar tahun ini juga memberikan cerita-cerita baru pada khalayak. Kompasianer juga memiliki opini pribadi terkait perhelatan akbar ini. Berikut ini adalah 5 catatan penting yang digoreskan Kompasianer terkait perhelatan Piala Oscar 2016 ini.

1. Film Senyap: Kontroversi di Negeri Sendiri, Terkenal di Negeri Orang

[caption caption="poster film Senyap. Sumber: filmsenyap.com"]

[/caption]Siapa sangka ada salah satu film berbahasa Indonesia yang masuk dalam nominasi Best Documentary Feature. Film berjudul Senyap: The Look of Silence ini memang tidak begitu terkenal di Indonesia karena peredarannya yang sedikit dicekal karena dianggap sebuah propaganda. Kompasianer Sam yang telah menonton film ini menuliskan pendapatnya dalam satu artikel.

Menurutnya, setelah menonton film tersebut ada sedikit pemikiran terlintas bahwa PKI (Partai Komunis Indonesia) adalah satu pihak yang benar dan pemerintah patut disalahkan dalam tragedi pembantaian 1965 silam. Meski demikian, Sam tetap sadar bahwa film tersebut hanya menyajikan satu sudut pandang sehingga dapat dibilang berat sebelah. Kendati demikian, ia menyarankan bagi masyarakat yang akan atau telah menonton film ini agar tidak mudah terprovokasi apalagi jika kemudian mengungkit kembali tragedi pembantaian 1965 silam.

2. Ketika Jeniffer Lawrence Bukan Katniss, tetapi Joy

[caption caption="Jennifer Lawrance berakting dalam film Joy. Sumber: Dailymail"]

[/caption]Jeniffer Lawrance masuk dalam nominasi kategori Best Actress pada Piala Oscar 2016 kemarin. Bukan sebagai Katniss Everdeen dalam film The Hunger Games tetapi sebagai tokoh Joy dalam film dengan judul yang sama, "Joy". Kemampuan akting Jeniffer tidak diragukan lagi kualitasnya dan dalam memainkan peran sebagai Joy, ia menunjukkan kehebatan yang luar biasa. Seperti itulah yang diungkapkan Irvan Sjafari dalam artikelnya.

Menurutnya, karakter Joy ini menjadi lebih hidup ketika dimainkan oleh Jeniffer. Joy sendiri adalah sosok perempuan mandiri yang telah bercerai dari suaminya. Sosok Joy ketika dimainkan oleh Jeniffer bisa dibilang tidak lebay atau berlebihan. Contohnya saja ketika adegan Joy menerima kabar buruk lewat telepon. Ia hanya menahan air matanya tanpa ekspresi berlebihan. Menurut Irvan, Jeniffer memerankan karakter Joy dengan sempurna. Bahkan terlihat sangat manusiawi dan biasa terjadi di dunia nyata.

3.(Sedikit) Kejutan di Oscar 2016

[caption caption="The Oscar. Sumber: genmuda.com"]

[/caption]Fikri Fachriezal menilai gelaran Piala Oscar di tahun 2016 memiliki atmosfer yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, hanya ada sedikit kejutan yang mencuat di ajang tahunan itu kali ini. Setidaknya hanya ada 3 kejutan yang terjadi pasca penganugerahan Piala Oscar ini.

Pertama ia menyoroti soal kemenangan Spotlight sebagai film terbaik. Biasanya pemenang kategori ini adalah pengumpul nominasi terbanyak. Namun Spotlight hanya masuk pada 6 nominasi. Kedua Mad Max Fury Road berhasil mengawinkan dua Oscar pada kategori tata suara, yaitu Best Sound Editing dan Best Sound Mixing. Ketiga, Ex Machina yang meraih Best Visual Effects. Film ini memberikan sedikit kejutan karena dapat unggul dari nominator lainnya, yaitu Star Wars dan Mad Max yang lebih diunggulkan.

4. Piala Oscar 2016: Supremasi Kulit Putih, Penantian DiCaprio dan Kita

[caption caption="Leonardo DiCaprio meraih Piala Oscar. Sumber: Indiaexpress.com"]

[/caption]Isu rasisme memang sudah muncul jauh-jauh hari sebelum Ajang Piala Oscar 2016 digelar. Pada saat nama-nama yang menjadi nominator diumumkan, seketika itu juga tudingan rasisme muncul pada penyelenggara ajang tahunan ini. Ya, dari seluruh nominator yang disebutkan, semuanya berkulit putih. Alhasil beberapa nominator yang sadar akan hal ini melakukan pemboikotan.

Giri Lumakto menghubungkan tindakan rasisme ini dengan orang Indonesia. Menurutnya, karena kita terbiasa melihat film Hollywood, tindakan rasisme ini tidak tercium dengan kuat oleh hidung kita. Namun, sebenarnya superioritas kaum Kaukasus dalam film ini bisa menjadi racun dalam kepala orang Indonesia. Salah satu efek racunnya adalah bagaimana bangganya kita ketika pernah berfoto bersama "orang bule". Ketika kita berfoto dengan orang pirang, kita merasa bangga bahkan menyebarkan foto tersebut di media sosial. Padahal, kadang kita sendiri tidak tahu siapa orang asing yang berfoto dengan kita. Artiskah? Wisatawankah? Atau hanya orang biasa sama seperti kita?

5. 3 Kata untuk Film Spotlight: Sensitif, Berisiko, dan Berani!

[caption caption="Spotlight menjadi film terbaik di Piala Oscar 2016. Sumber: forbes.com"]

[/caption]Spotlight menjadi film terbaik untuk Piala Oscar 2016. Film ini berhasil mencuri perhatian dunia karena juga telah meraih berbagai penghargaan bergengsi selain Academy Awards.Ahmad Imam Satriya menilai bahwa ada tiga kata kunci yang membuat film ini sukses, yaitu sensitif, berisiko, dan berani.

Sensitif, menurutnya karena film ini mengupas isu yang sangat dalam soal pelecehan anak yang dilakukan oknum pemuka agama di gereja katolik Kota Boston. Berisiko, karena jika sudah menyangkut pemuka agama, tentu segala tindakan yang akan menjelekkan nama mereka akan menuai risiko besar. Apalagi jika kasus ini diangkat dalam sebuah reportase. Berani, karena di tengah sensitivitas yang tinggi dan risiko yang berat ada satu hal yang patut diacungi jempol, yakni sikap para jurnalis yang tetap bertahan untuk menguak kasus ini hingga akarnya.

--

Itulah sedikit catatan terkait gelaran Piala Oscar 2016 ini. Memang gelaran kali ini mengandung sedikit sentimen negatif karena tidak ada sama sekali aktor atau aktris kulit hitam yang menjadi nominator sehingga hal ini dikait-kaitkan dengan isu rasisme yang ramai diperbincangkan di wilayah barat. Kendati demikian, Piala Oscar 2016 tetap berkesan untuk para pecinta film dunia. Khususnya penggemar Leonardo DiCaprio yang akhirnya bisa menyabet gelar aktor terbaik setelah bertahun-tahun penantian. (YUD) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun