[caption caption="Ilustrasi - orasi kampanye (Tribunnews.com)"][/caption]
Pemilihan kepala daerah secara serentak di daerah-daerah tidak lama lagi akan digelar, tepatnya pada 9 Desember 2015. Pilkada serentak tersebut akan jadi pilkada serentak pertama di Indonesia. Mengapa harus secara serentak? Pilkada serentak dinilai lebih tepat karena lebih hemat dan efisien. Bukan hanya pemerintah dan lembaga terkait saja yang turut mempersiapkan pesta rakyat nan akbar ini, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Lalu, seperti apa tanggapan Kompasianer terkait pilkada serentak? Berikut ini 6 artikel pilihan dari topik pilihan "Pilkada Serentak". Baca artikel lainnya dalam topik pilihan ini di sini.Â
Â
1. Pilkada Serentak dan Hemat Biaya
Benarkah realisasi pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada penghujung 2015 dapat berkontribusi dalam penghematan APBN? Menurut pengamatan Suko Waspodo, semenjak pilkada langsung pertama kali diselenggarakan pada Juni 2005, anggaran pemerintah memang selalu terkuras untuk biaya penyelenggaraannya.Â
Di beberapa daerah, pilkada bahkan menelan biaya yang jauh lebih mahal. Di Jawa Timur dan beberapa provinsi lain yang berpenduduk padat, angkanya bisa mencapai Rp 1 triliun. Sementara itu, di Papua, dengan jumlah penduduk yang tidak banyak pun, anggaran pilkada bisa mencapai Rp 200 miliar. Oleh sebab itu, sikap "sadar biaya" terkait penyelenggaraan pilkada adalah hal yang harus tertanam dalam diri pengambil putusan.
Â
2. Hore! Bekas Narapidana Boleh Ikut Pilkada
Pemberitaan soal pilkada serentak ini juga diwarnai kabar putusan final Mahkamah Konstitusi. Menurut Bambang Setyawan, putusan ini sangat melegakan para bekas narapidana (napi). Pasalnya, melalui putusan ini otomatis memperbolehkan mereka turut serta dalam pemilihan kepala daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi. Dengan melewati sedikit persyaratan, menurut Bambang, para mantan narapidana ini bakal mampu berlaga pada pilkada mendatang.
Â
3. Lima Alasan Jokowi Tolak Terbitkan Perppu Pilkada
Hingga detik ini, dalam ulasan Ninoy Karundeng masih terjadi tarik-menarik kepentingan terkait pilkada serentak 2015. Presiden Jokowi pun sebenarnya belum mengambil sikap, antara mengeluarkan atau tidak perppu pilkada. Perppu pilkada hanya menjadi alat legitimasi bagi pasangan tertentu karena populer atau terjadi persekongkolan politik.
Satu dari kelima alasan Presiden Jokowi menolak menerbitkan perppu pilkada ialah, perppu akan memberikan kesempatan kepada calon yang buruk namun didukung oleh para partai. Caranya adalah dengan beramai-ramai mendukung salah satu calon dan membuang calon lain dengan membayar uang.
[caption caption="Ilustrasi - kesepakatan politis (kompas.com)"]