Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

7 Hal yang Patut Disyukuri dari Isu Ijazah Palsu

19 Juli 2015   16:25 Diperbarui: 19 Juli 2015   16:25 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber gambar: Kompas.com (Regional)"][/caption]Setelah kemunculan berita tentang beras palsu, datang sesosok palsu lain yang seolah-olah tak mau kalah untuk ramai diperbincangkan: ijazah. Pokok bahasan yang satu ini juga tidak kalah penting untuk dicermati. Kita tidak boleh pilih kasih menyikapinya, karena baik beras maupun ijazah, apabila palsu, tentu akan membawa kesengsaraan bagi orang banyak. Nyawa dan kualitas hidup anak bangsa adalah taruhannya.

Berawal dari tertangkapnya dua tersangka pelaku pembuatan ijazah palsu, inspeksi mendadak Menristek Dikti M. Nasir memperoleh sejumlah temuan yang dapat membuat kita terhenyak. Beberapa perguruan tinggi yang tidak mengantongi izin dari Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) ternyata telah mencatat sejumlah nama pejabat sebagai lulusannya. Tentu saja khalayak menjadi terkaget-kaget dibuatnya. Bagaimana rasanya menjadi warga yang dipimpin oleh pejabat yang bahkan memalsukan potensi dirinya sendiri? Publik yang sudah lelah sakit hati dan lupa rasanya dikhianati mungkin hanya bisa angkat bahu sembari tertawa-tawa sendiri.

Seperti virus, gelombang kekhawatiran soal ijazah palsu ini pun merembet ke berbagai sektor. Pada sektor pendidikan, pihak sekolah secara gencar menagih verifikasi ijazah para guru untuk menjamin tidak ada pegawainya yang mengajar bermodalkan ijazah palsu. Sementara itu, di lingkup pemerintahan, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) direpotkan dengan tuntutan yang sama, kecuali dirinya rela dicabut jabatannya. Lalu, bagaimana dengan Netizen kita? Tentu banyak yang mengutuk aksi pemalsuan ini, tetapi tidak sedikit yang mau berendah hati, mengajak orang lain untuk merefleksikan ‘bencana akademis’ini.

Demikian pula 7 Kompasianer berikut ini ketika mencoba untuk memaknai isu tentang ijazah. Seturut kata bijak ‘ tentu ada hikmah di balik setiap peristiwa (masih renungan edisi Lebaran)’, maka para Kompasianer tidak hanya sekadar berkeluh-kesah, tetapi juga menelisik sebabnya. Bahkan ada yang berani memberi solusi. Karena itulah pada kesempatan ini, Kompasiana mempersembahkan 7 artikel pilihan yang kami anggap telah sukses menyajikan pandangan baru mengenai fenomena ini. Kapan lagi isu ijazah palsu menjadi patut untuk disyukuri?

 

1. Kampus di Malang Panen Legalisir

[caption caption="Sumber gambar: Kompas.com (Nasional)"]

[/caption]Wujud syukur: Bernostalgia, bersilaturahmi dan menyumbang pada sekolah yang telah mendidik kita.
Hikmah pertama datang dari Muhammad Hamid Habibi. Kompasianer ini menghitung betul berapa keuntungan finansial yang didapat oleh sekolah-sekolah di Malang ketika PNS setempat diharuskan untuk melakukan verifikasi ijazah. Maklum saja, PNS di Malang tak hanya wajib membubuhkan tanda legalisasi pada ijazah S1 saja, melainkan juga ijazah SMA, SMP dan SD. Terbayang kan, berapa yang akan diterima oleh setiap sekolah apabila setiap lembar ijazah dikenakan biaya legalisasi sebesar Rp2000. Padahal, setiap PNS diwajibkan untuk mengumpulkan lebih dari satu salinan. Selain mengkritik kebijakan ini, Muhammad Habibi berhasil melihat manfaat di balik kebijakan ini. “Pertama, gara-gara legalisir ini mau ndak mau kita mengunjungi sekolah kita yang dulu. Di situlah kita bisa bernostalgia sambil bersilaturahim dengan para guru,” tulisnya. Iya juga ya. Yuk lihat opini selengkapnya di sini.

 

2. Berkaca pada Diri Sendiri

[caption caption="Sumber: Kompas.com (Nasional)"]

[/caption]Wujud syukur: Berefleksi ke dalam diri, apakah kita cukup layak untuk menjadi manusia yang berguna bagi orang lain.
Apa Anda pernah ingat ketika masih kecil dulu? Mungkin Anda punya cita-cita polos ingin menjadi dokter, insinyur atau profesi yang umum lainnya? Lalu ingatkah Anda tentang apa yang sudah dipesankan oleh orang tua supaya kelak kita menjadi pintar dan berguna bagi orang banyak? Pesan orang tua yang dipegang teguh oleh Kompasianer Abdul Muis kemudian mengantarkannya pada sebuah refleksi diri. Betapa pendidikan semestinya tidak selalu berpatokan kepada ijazah sebagai parameter keberhasilannya. Alih-alih mendewakan nilai di atas kertas, semestinya kita yang dulu pernah bercita-cita luhur itu terlebih dahulu bertanggungjawab terhadap kualitas diri sebelum berani memberi contoh kepada orang lain. Itu dulu yang penting. Agaknya pesan Abdul Muis ini perlu dicatat oleh para pendidik dan pejabat yang menggunakan ijazah palsu untuk memimpin orang lain. Lihat refleksi Abdul Muis di sini.

 

3. Memerdekakan Manusia Lahir dan Batin dengan Pendidikan Berkualitas

[caption caption="Sumber gambar: Kompas Cetak"]

[/caption]Wujud syukur: Mencari akar masalahnya, bahwa pemalsuan ijazah hanyalah segelintir dari gunung es yang bernama ‘sistem pendidikan yang koruptif’.
Apa ya yang sebenarnya memicu segelintir orang untuk membeli ijazah palsu? Kompasianer Bagoes Agus mencoba menguraikan satu-persatu ihwal yang menggoda seseorang untuk mengambil jalan pintas ini. Komodifikasi pendidikan, menurut Bagoes Agus, sesungguhnya tak lepas dari penilaian masyarakat yang mendewa-dewakan gelar pendidikan. Persaingan tenaga kerja, gengsi, status sosial, dan ehem, kebutuhan gelar di cetak undangan pernikahan. Akibat dari masyarakat yang rela mendapatkan pengakuan akademis demi memenuhi tuntutan tersebut, maka pendidikan pun berangsur-angsur menjadi komoditas. Daripada tunduk pada sistem pendidikan yang terkesan seremonial ini, Bagoes Agus menganjurkan kita untuk membangun pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter. Seperti kata Ki Hajar Dewantara, pendidikan seyogyanya ‘memerdekakan manusia lahir dan batin’. Bukan memenjaranya dalam kungkungan sosial. Klik di sini untuk melihat tulisan selengkapnya.

 

4. Cara Atasi Ijazah Bodong Karyawan Rumah Sakit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun