Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Potret Buram Hubungan Orangtua dan Anak

4 Juli 2015   20:41 Diperbarui: 4 Juli 2015   20:41 2946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - keluarga bahagia (Shutterstock)

Bagi orangtua, anak adalah anugerah terindah dan terbaik yang pernah diberikan Sang Pencipta. Kehadiran anak di tengah keluarga bahkan disebut mampu membuat kehidupan rumah tangga berjalan lebih harmonis. Selain sebagai penerus keturunan, anak juga merupakan investasi masa depan kedua orang tuanya, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.

Namun, apa jadinya jika orang tua yang diberi amanat untuk menjaga anugerah Tuhan tersebut justru menyia-nyiakan bahkan menelantarakannya? Bulan Mei 2015 publik dibuat terhenyak dengan terungkapnya kasus penelantaran anak yang terjadi di Jatisampurna, Bekasi. Adalah AD yang baru berumur 8 tahun harus merasakan tidur di pos keamanan komplek perumahannya karena ditelantarkan oleh kedua orang tuanya. Tidak hanya AD saja yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi tapi juga keempat saudara perempuan AD yang harus hidup di dalam rumah yang berantakan dan tidak layak untuk kelangsungan tumbuh kembang mereka.

Masyarakat terutama mereka yang juga berstatus sebagai orangtua miris bahkan tidak sedikit pula yang menghujat atas apa yang dilakukan pasangan suami-istri T (45) dan N (42) terhadap kelima anaknya. Meski berdalih untuk mendidik sang buah hati agar menjadi mandiri tetap saja hal alasan tersebut tidak dapat diterima akal sehat.

1. Tingginya Angka Kekerasan terhadap Anak-anak

Phadli Hasyim Harahap menjelaskan bahwa kasus demi kasus kekerasan pada anak masih kerap terjadi. Bahkan, jumlahnya tergolong banyak terjadi di negeri ini. Pelanggaran terhadap hak anak tidak pada tingkat kuantitas jumlah saja, tapi juga terlihat semakin kompleks dan beragamnya modus pelanggaran.

2. Standar Ganda Kita Semua

Penelantaran yang terjadi pada lima anak di Jatisampurna, Bekasi jelas meyentak banyak pihak terutama para orangtua. Namun, kita seolah lupa pada apa yang terjadi dengan anak-anak kecil yang berkeliaran di jalan sebagai pengamen dan pengemis yang juga memiliki hak untuk hidup layak.

Dalam guratannya Mike Reyssent mempertanyakan mengenai standar ganda yang diterapkan oleh masyarakat kita dalam menilai suatu berita yang sering kali terjadi. Kita jadi terbawa opini media dan tidak berpikir bahwa banyak kejadian yang serupa terjadi di sekeliling, tanpa kita disadari. 

3. Orangtua AD Bersaudara Kena Efek Narkoba

Dari hasil penyelidikan pihak berwajib dan pengakuan pelaku, T dan N mengakui jika mereka sudah hampir 6 bulan terakhir menjadi pecandu narkoba. Mungkin itu jugalah yang menjadi salah satu sebab hilangnya akal sehat pasangan suami-istri tersebut hingga tega menelantarkan kelima anaknya.

Lewat tulisannya Kompasianer Indria Salim tak lupa mengajak dan mengingatkan kita untuk pentingnya mewaspadai ancaman bahaya narkoba, mulai dari komunitas terkecil kita, dalam keluarga, di lingkungan tempat tinggal, di kampus, di tempat kerja, dan bahkan komunitas media sosial. 

4. Ketika Perilaku Pendidik Tak Sesuai Harapan

Nahariyha Dewiwiddie mengungkapkan kekecewaannya pada apa yang dilakukan oleh T, ayah AD bersaudara yang juga berprofesi sebagai pendidik di salah satu Sekolah Tinggi. Kelakuan T yang  mengonsumsi miras, narkoba, mengganggu ketenangan tetangga dengan mendengarkan musik, hingga berujung pada penerlantaran anak seolah tamparan sekaligus peringatan bagi sistem pendidikan kita untuk lebih ketat lagi dalam melakukan seleksi dan pengawasan terhadap guru maupun dosen, karena tidak bisa dipungkiri dari para pendidik itulah hadir sosok yang patut dicontoh oleh generasi bangsa, baik bagi para peserta didik maupun anak-anaknya di rumah. 

5. Penelataran Anak dan Retaknya Kesehatan Mental Masyarakat

Kompasianer M.Lutfi Mustofa mengibarat kasus penelataran anak yang dialami AD bersaudar ini sebagai salah satu di antara sejumlah serpihan gambar lainnya, seperti korupsi, prostitusi, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, kemiskinan, perempuan maupun anak-anak dalam situasi berisiko, dan seterusnya yang tidak lain merupakan refleksi dari terpuruknya kesehatan masyarakat kita. 

6. Fungsi Orangtua Diabaikan, di Mana Peran Agama

Setali tiga uang dengan retaknya kesehatan mental masyarakat, Muthiah Alhasany juga menyoroti tentang peran agama yang semakin terpinggirkan. Terjadinya distorsi pada pengertian dan pentingnya agama akhir-akhir ini tak pelak membawa manusia berperilaku jauh dari ajaran agama. Padahal agama pada dasarnya untuk menjaga keharmonisan di alam semesta termasuk di dalamnya memberikan pelajaran yang baik soal hubungan orangtua dan anak. 

7. Potret Tetangga Masa Kini

Tentu kita semua sepakat dengan tulisan Ariyani Na bahwa tetangga menjadi keluarga lain yang dekat dengan kita, tapi fakta yang terlihat saat ini adalah terjadinya reduksi pada peran tetangga terutama di kawasan perumahan elite dan mewah yang biasanya dihuni oleh orang-orang golongan ekonomi atas yang sibuk.

Kasus penelantaran anak yang terjadi di Bekasi menjadi salah satu contoh kasus kurang baik dan maksimalnya interaksi antartetangga yang semakin jelas terlihat di tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.   

8. Masihkah Para Penentang Hukuman Mati Bersuara?

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba semakin hari semakin memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Kini siapa pun orangnya bisa terjerumus ke dalam lingkaran setan tersebut tanpa mempedulikan golongan ekonomi, gender bahkan latar pendidikan. Narkoba tidak hanya menyasar pada orang awam, bahkan seorang pendidik yang notabene seorang intelektual, kasta terpelajar, ternyata bisa menjadi pecandu juga.

Barang haram itu tidak hanya merusak hidup penggunanya tapi juga merugikan orang lain. Narkoba membuat seseorang tidak dapat lagi menggunakan akal sehatnya dengan baik dan melupakan dirinya sendiri, posisinya dalam masyarakat bahkan terhadap anak kandungnya sendiri. Fakta yang terbantahkan itulah yang membuat Adjat R. Sudrajat mempertanyakan masihkan para penentang hukuman mati bersuara? 

9. Hindari Kekerasan terhadap Anak

Kompasianer Amirudin Mahmud mengingatkan kita semua jika kekerasan pada anak, baik secara fisik maupun psikis jelas sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak dan ini yang jarang disadari oleh para orangtua. Selain itu, rendahnya kesadaran orangtua akan tanggung jawabnya untuk memberi panutan pada anak juga menjadi salah satu faktor terjadi kekerasan pada anak.

10. Standar Internasional Perlindungan Anak

Oppa Jappy dalam artikelnya menerangkan tentang Standar Internasional Perlindungan Anak yang merupakan gabungan hasil dari Konvensi sebelumnya dan salah satu butirnya berbunyi “Mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, abuse, dan ekploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang, termasuk anak-anak”.

Selain itu penulis juga tidak lupa mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam bina tumbuh kembang anak, yang sama-sama bertujuan agar mereka mencapai keutuhan pertumbuhan dan perkembangan; dan menjadi orang dewasa yang sehat serta mampu berkarya dalam hidup dan kehidupannya.

---

Sejatinya, anak adalah titipan Sang Pencipta, Tuhan YME dan bukan hak milik orangtua. Sudah menjadi kondrat, kewajiban dan tanggung jawab orangtua untuk memberikan penghidupan yang layak bagi anak-anaknya, penghidupan yang tidak hanya terpaku dari sisi ekonomi saja tapi lebih dari itu, perkembangan fisik dan mental serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan. (ndy)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun