Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

PSK Kelas Atas, "Tamparan" Dunia Keartisan

28 Juni 2015   16:40 Diperbarui: 28 Juni 2015   16:40 5556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com) 

Jika sebelumnya khalayak dihebohkan kabar tentang Deudeuh Alfisahrin (26) alias Tataa Chubby, pelaku prostitusi online yang meninggal dunia pada 11 April 2015, kini pemberitaan mengenai PSK kelas atas pun menyusul. Ditangkapnya RA (8/5), seorang mucikari dari 200 PSK artis, di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Selatan pun menggemparkan publik. Tarif "short time" senilai Rp 80 juta hingga Rp 200 juta ini pun membuat khalayak tercengang. Lalu, seperti apakah tanggapan Kompasianer mengenai fenomena ini? Berikut ini 7 ulasan singkatnya.

1. Perihal PSK yang Perlu Kita Tahu

Muhammad Armand dalam guratan pandangannya yang dilampirkan di laman Kompasiana mengajak kita untuk mengerti. Lalu, apa yang harus dimengerti atau diketahui tentang PSK? 

Pertama, Muhammad Armand mengajak kita untuk melihat lebih jelas bahwa desahan erotis PSK hanyalah rekayasa. Ajakan ini dibubuhkan dengan harapan untuk menjatuhkan mental calon pelanggan atau mantan pelanggan. Menurut Armand, desahan-desahan itu telah diakali sedemikin eksotik demi pelanggannya. 

Kedua, “barang baru” diidentikkan dengan PSK kelas pemula. Para mami rupanya pandai sekali membaca selera psikologis calon pelanggannya dengan embel-embel “barang baru”. Istilah “barang baru” memang bahasa pengasihan yang amat laris di dunia prostitutusi. Itulah bravo-nya bisnis ini.  

2. Konyol, Ketua DPP PAN Salahkan Jokowi soal Prostitusi

Presiden Jokowi seolah mempunyai “magnet” tersendiri. Hal apa pun seolah dapat dikaitkan dengan orang nomor wahir di negeri ini. Menurut Muthiah Alhasany, merupakan hal yang lucu dan di luar nalar dan akal sehat melihat politikus salah satu parpol mengaitkan maraknya prostitusi online serta kasus-kasus narkoba, tidak lepas dari dampak buruknya kinerja pemerintahan Jokowi.

“Menjadi hater Jokowi boleh saja, tetapi jangan membabi buta,” demikian pendapat Muthiah menilai cara pandang salah satu politikus parpol berlambang matahari putih tersebut. Menurutnya pernyataan itu justru menyiratkan betapa sempitnya pandangan politikus partai tersebut. Padahal para ahli dan pengamat sudah banyak yang menjelaskan bahwa maraknya prostitusi online dan narkoba sekarang ini bukan lagi karena kesulitan ekonomi, melainkan demi memenuhi tuntutan gaya hidup.  

3. Prostitusi dan Korupsi, dari “Life Chances” ke “Lifestyle

Felix Sitorus menelisik fenomena ini dari sisi Weberian (Max Weber) dengan mengonstelasikan antara “prostitusi” dengan “korupsi”. Keduanya merupakan hal yang berbeda, namun sebenarnya keduanya sama-sama tindakan sosial menyimpang yang berbeda secara diametral.

Merujuk pada Max Weber, life chances  didefiniskan sebagai kesempatan-kesempatan (ekonomi) yang dimiliki setiap individu untuk memperbaiki kualitas hidup. Dalam konteks prostitusi dan korupsi, keduanya merupakan "jalan terabas" dengan cara "cepat" dan mudah untuk menghasilkan banyak uang.

Sedangkan dari sisi lifestyle (gaya-hidup) dapat diartikan cara seseorang menjalani hidup, termasuk di sini soal gaya, perilaku, dan pemilikan, sehingga terjadi sinergi di mana keduanya saling-butuh dan saling menguatkan.

4. Artis Praktek Prostitusi karena Tuntutan Gaya Hidup Hedonis

Kehidupan hedonis yang dituturkan oleh Oppa Jappy sebenarnya merupakan gambaran praktis dari konsep life style yang diutarakan oleh Felix Sitorus. Dalam kerangka gaya hidup dan kehidupan seperti itu, kemudian muncul istilah-istilah baru namun sangat bersahabat dan populer, misalnya, dugem, clubers, teman tapi mesra, sex after lunch, dan sex without love. Akibatnya, banyak orang berusaha (bekerja) keras agar mampu membiayai tuntutan-tuntutan gaya hidup dan kehidupannya.

5. “Jasa-Jasa” AA di Bisnis Prostitusi

Arief Fierhanusa melihat, meski AA dianggap pengobral dosa dan RA disebut mucikari yang layak dimejahijaukan, keduanya bisa saja dianggap pahlawan oleh kalangan tertentu. Kalangan pebisnis esek-esek dan pria-pria hidung belang pun mendadak tersentak dari lamunan.

Meledaknya kasus prostisusi online ini secara tak langsung justru menggeliatkan praktik-praktik pemuas nafsu yang belakangan mati suri tertimbun berbagai persoalan dalam negeri (politik hingga ekonomi). Di pihak lain, perempuan-perempuan penghibur pun memetik keuntungan. Mereka tampil di TV untuk eksistensi. 

6. Prostitusi via BBM-WA Indonesia vs Peppr Jerman

Bukan hanya kompasianer yang berdomisili di Indonesia saja yang mengikuti perkembangan pemberitaan prostitusi kelas atas, Gaganawati Stegmann, kompasianer yang berdomisili di Jerman pun memberikan tanggapan. Dalam opininya ia memberikan informasi pembanding bagaimana prostitusi ini juga menggeliat di Jerman. Negeri modern dan maju yang nilai, norma dan budayanya beda dengan Indonesia, mereka melegalkan praktek prostitusi (bukan di bawah umur) sejak tahun 2002, tidak akan menuntut atau memberi hukuman bagi mucikari atau pekerja seks.

7. Setelah AA, Selanjutnya Siapa?

Yang jelas mencuatnya bisnis prostitusi online kelas atas ini adalah puncak gunung es dari persoalan sosial yang terjadi akibat sikap kita yang permisif dan sering acuh. Siapa pun AA dan bagaimanapun bantahan Amel Alvi, yang jelas dunia keartisan Tanah Air mendapat tamparan telak dengan terungkapnya kasus ini. Dan di saat pertanyaan klise itu terlontar, publik juga dibuat semakin penasaran, siapa artis yang akan dipanggil berikutnya?

Logika transaksi pasar yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang kita lihat adalah “Jika ada produk, maka ada konsumen”. Jelas bahwa adanya fenomena prostitusi kelas atas ini merupakan buah dari sebuah interaksi pasar yang menggeliat di pusaran arus kehidupan sosial masyarakat.  Jernih melihat, cermat mencatat peristiwa sebagai sarana pembelajaran (JAC).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun