Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hukum Mati Bandar Narkoba, Perlukah?

27 Juni 2015   18:32 Diperbarui: 27 Juni 2015   18:32 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbeda dengan ke-8 tersangka lain, banyak masyarakat yang simpati terhadap Marry Jane (Penentapan tersangka). Sebab, banyak yang berpendapat bahwa Marry Jane hanyalah seorang kurir dan juga korban human trafficking.

Mary Jane Harus Dibebaskan dari Hukuman Mati jika Berperan sebagai Alat atau Instrumen dari Doen Plegen

Jika benar kesaksian Maria Kristina Sergio yang menyatakan bahwa Mary Jane hanya alat dan bukan pemilik heroin tersebut, maka Mary Jane sudah sepantasnya tidak dihukum dan malahan harus dibesaskan jika dia adalah alat. Dan sebaliknya, yang harus dihukum adalah orang yg menyuru Mary Jane yg dikenal sebagai (Doen Plegen). Doen Plegen adalah seseorang yang ingin melakukan tindak pidana, tetapi tidak melakukannya sendiri melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain, alam artian orang disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang menyuruh melakukan karena dia hanya intrumen belaka atau alat. Artinya, Marry Jane hanya dijadikan alat, kaum yang tidak tau apa-apa, hanya korban dari permainan para jaringan kartel narkoba.

Reidnash, Layakkah Dihukum Mati?

Siapa pun di antara kita, tentu tidak akan terima jika kita saudara atau teman kita yang tidak bersalah diperlakukan seperti Marry Jane (Hukum Mati). Maka tidak heran, begitu banyak dukungan yang bermunculan dalam upaya penangguhan eksekusi mati tersebut. Marry Jane dengan status sebagai seorang kurir narkoba (di beberapa media malah menjulukinya sebagai gembong alias ratu-nya narkoba) dalam penjelasan lewat email menyebutkan yang bersangkutan menjadi kurir tanpa sepengetahuannya, ditipu dengan iming-iming pekerjaan palsu, dibekali heroin secara sembunyi-sembunyi, dan diarahkan pergi ke Indonesia. Setelah ditangkap, Marry Jane diadili tanpa dipenuhi hak-haknya untuk dapat berbicara dalam bahasanya.

Marry Jane merupakan potret buram kaum marjinal, yang hanya dijadikan alas tindas oleh sistem budaya patriakis. Akhirnya, setelah semua berlalu, grasi hukuman Marry Jane ditangguhkan. Kita pun berharap tidak ada lagi korban-korban seperti Marry Jane di luar sana.

Kompasianer Edi Abdullah dan Reidnash Heesa sependapat bahwa sebaiknya Hukuman mati Marry Jane ditangguhkan. Ini berkaitan dengan, pertama: Proses persidangan tidak adil, haknya sebagai terpidana asing tidak dipenuhi, misal, diberikan pasilitas penerjemah atau bahasa-bahasa yang dapat ia mengerti. Yang Kedua, Marry jane hanyalah kurir perdagangan manusia yang dilakukan oleh mafia-mafia Narkoba. 

Ada yang beranggapan bahwa tujuan hukuman mati adalah untuk menimbulkan efek jera. Ada pula yang berpendapat bahwa hukuman mati bukanlah obat permanen yang menyembuhkan, ia hanya berupa bius yang hanya mampu bertahan sebentar. Terlepas dari setuju atau tidaknya hukuman mati diterapkan, kita sepakat bahwa yang terpenting adalah harus adanya keberanian dan kejelian dari pemerintah dalam mengambil keputusan, apalagi yang berkaitan dengan hak hidup orang banyak.

(KML)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun