Sedidaknya, Abad XXI juga harus disiapkan dengan konsep pendidikan yang berwawasan global. Pemikiran untuk mendesain model pendidikan Abad XXI menjadi bagian dari upaya kita yang tidak boleh diabaikan.
Menurut Prof. Dr. H. Ahmad Slamet, M.Si, dalam Konsep Ekonomi Pendidikan (MP3/2014), bahwa “Masalah yang dihadapi manusia pada Abad XXI semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan penuh paradok.”
Selanjutnya menurut Direktur Pascasarjana Unnes ini, “Untuk menhadapi tantangan global abad tersebut, haruslah kita bangun kerangka pendidikan Abad XXI. Dengan melihat globalisasi yang tidak dapat dihindarkan nanti, maka kita harus merubah paradigma pendidikan. Paradigma baru dalam pendidikan nasional, lebih mengedepankan makna nilai pengembangan yang bersifat berkelanjutan. Nilai yang diharapkan ditemukan dalam diri setiap insan yang terlibat dalam pendidikan nasional adalah pada pembentukan kompetensi yang; amanah, profesional, antusias dan bermotivasi tinggi, bertanggung jawab, kreatif, disiplin, peduli dan pembelajar sepanjang hayat.”
Untuk pencapaian ke arah tersebut, akan dapat terwujud manakala para pemimpin bangsa tidak hanya ribut masalah politik yang tidak pernah selesai. Gonjang ganjing politik yang kian hari kian memanas, masalah satu belum terselesaaikan muncul masalah baru sehingga membuat kondisi bangsa ini tidak coraknya. Ketidakstabilan politik di negeri ini, yang diwarnai oleh perseteruan oleh pimpinan bangsa yang rakus akan harta dan kekuasaan, sehingga memporak porandakan bidang-bidang lain seperti ekonomi (masalah kemiskinan) dan , pendidikan (masalah kebodohan) dan lainnya.
Menurut beberapa penelitian, kesimpulan yang didapat dari sekian fakktor yang menjadikan bangsa itu miskin, karena faktor pendidikan yang rendah. Ada korelasi antara tingkat pendidikan yang rendah dengan kehidupan miskin. Secara logika dengan pendidikan rendah, seseorang tidak memunyai ilmu dan keterampilan sehingga kalah bersaing dengan orang lain yang berilmu dan berketerampilan.
Persoalan yang mendasar, mengapa suatu bangsa Indonesia pendidikannya rendah? Jawabnya adalah pemerintah yang dipimpin oleh para eksekutif, legislatif dan yudikatif, tidak pernah serius memikirkan lembaga pendidikan secara serius. Manajemen pendidikan tidak ditangani secara profesional, sehingga sebagian bangsa terlantar tidak terurus pendidikannya. Para penguasa, lebih mementingkan diri pribadi, ketimbang memikirkan nasib bangsa yang bodoh dan miskin. Dana pembangunan seharusnya untuk pendidikan, dikorupsi yang hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu.
Essensi dari konsep Pendidikan Abad XXI tersebut harus dipahami oleh semua pemimpin bangsa jika bercita-cita untuk membangun sumber daya manusia yang handal dan setiap insan Indonesia, harus merdeka dalam perolehan pendidikan. Kemerdekaan melalui pendidikan, akan terwujud manakala pendidikan tidak lagi menjadi kalkulasi ekonomi dan tawar menawar yang dimenangkan oleh orang kaya, sementara orang miskin terpinggirkan. Dan seharusnya orang Indonesia tidak boleh bodoh dan miskin, karena Indonesia adalah negara super kaya. Lihatlah Tambang Erstberg dan tambang Grasberg yang dikelola oleh PT. Freeport Indonesia.
Menurut saripedia.wordpress.com, PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.(AS). Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. (https://saripedia.wordpress.com/)
Dari fakta tersebut, sebenarnya tidak masuk akal kalau bangsa Indonesia ini miskin, hingga mengakibatkan kebodohan yang berkelanjutan. Jika seandainya Bangsa kita ini dulu setelah merdeka, yang dipikirkan dulu masalah pendidikan, tentu penguasaan tambang yang berlimpah, lahan pertanian yang subur, kekayaan laut yang luar biasa dapat dikelola oleh bangsanya sendiri dengan SDM yang mumpuni. Kita berdoa saja, semoga politikus di Indonesia sadar diri, menjadi orang bijak dalam berpikir, santun dalam bertindak, dan halus dalam tutur bahasa. Ya itu, ciri-ciri orang yang beradap dan berpendidikan.
Penulis, Dosen Unisnu Jepara, Mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan Unnes