Tuisan Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum berjudul Merdeka Melalui Pendidikan, Suara Merdeka (15/8) memicu pikiran saya untuk ikut urun rembug (sumbang saran) dan berpikir bagaimana mengatasi persoalan pendidikan. Berdiskusi tentang kemiskinan dan kebodohan yang diungkap dalam tulisan Prof. Fathur tersebut, berporos dari lemahnya manajemen pendidikan nasional.
Kemiskinan dan kebodohan yang belum tuntas diselesaikan di negara yang merdeka ini, berdampak pada masalah lain yaitu keterbelakangan. Dan keterbelakangan menjadi bagian subsistem dari lingkaran setan yang sulit diurai. Apa yang disebut lingkaran setan, entah lingkaran kebodohan, lingkaran kemiskinan atau lingkaran keterbelakangan, adalah suatu proses sebab akibat yang saling terkait. Dari awal kebodohan berakibat miskin, dari kemiskinan berakibat terbelakang dan atau dari keterbelakang berakibat bodoh, begitulah seterusnya, seolah-olah tidak pernah ada ujung.
Sebagai orang yang berhidmad dalam dunia pendidikan, penulis sangat sepakat kalau mengatasi permasalahan lingkaran setan tersebut harus dipotong rantainya. Bundel tali kebohdohan, tampaknya yang paling dominan untuk diputus dan diurai ujung-ujungnya. Dengan demikian mengentaskan kebodohan berarti harus menata sistem pendidikan. Menurut Prof. Fathur Rokhman, “Untuk konteks saat ini, saya percaya pendidikan tetap menjadi senjata ampuh untuk melawan kemiskinan dan kebodohan. Namun, itu hanya bisa berhasil jika dikelola dengan strategi yang benar.” Suara Merdeka (15/8)
Pemilik Pendidikan
Pendidikan dianggap sebagai senjata yang ampuh tidaklah hanya sebagai sebuah jargon dan kata-kata eforia yang tanpa implikasi yang jelas. Senjata ampuh ini akan menjadi sarana pamungkas untuk memerangi kebodohan, kemisinan dan keterbelakangan. Dengan catatan dan ini menjadi kata kunci, kalau si pemilik senjata tersebut mempunyai kesadaran dan kecerdasan serta mempunyai keterampilan dalam penggunaan senjata ampuh tersebut.
Pendidikan adalah milik bangsa dan yang bertanggung jawab membangunnya adalah pemerintah. Pemerintah yang bertanggung jawab adalah semua aparatur negara, yaitu para eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiga unsur pemerintahan ini adalah pemilik sah pendidikan nasional di negeri ini.
Jika pendidikan sebagai senjata ampuh untuk mengentaskan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan menurut Rektor Unnes tersebut, maka pemerintah harus mampu menyatukan persepsi dan komitmen untuk memikirkan pendidikan dengan segala konsekuensinya.
Sudah saatnya, pemerintah merubah paradigma lama bahwa pendidikan hanya milik eksekutif bidang kementerian pendidikan dan kebudayaan. Hal tersebut harus diubah ke paradigma baru, bahwa semua elemen pemerintah yaitu seluruh badan eksekutif (birokrat), legislatif (DPR), dan yudikatif (penegak hukum) haruslah merasa memiliki pendidikan. Dan bangunan pendidikan yang menjadi pilar kemajuan bangsa ini harus dibangun dengan skala prioritas.
Pendidikan Abad XXI
Pemerintah Indonesia sudah saatnya terbangun dari tidur, untuk menghadapi Abad XXI yang ditandai dengan berbagai masalah kehidupan yang sangat kompleks. Persaingan dalam menghadapi kompetsis Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sangat dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Penyelesaian masalah global dan kompleks di era abad ini, tidak akan dapat diselesaikan oleh sumber insani yang bodoh, miskin dan tebelakang. Yang dibutuhkan sekarang adalah Sumber daya manusia yang unggul, cerdas, kaya dan berpikir maju. Hal ini hanya dapat terbentuk melalui pendidikan yang maju.