Tahun 1629, Sultan Agung melakukan serangan kedua ke Batavia. Tapi logistik beras pasukan Sultan Agung yang ada di 200 kapal di perairan Tegal dan Cirebon dibakar para intelijen VOC.
Serangan pasukan Sultan Agung gagal lagi, walapun JP Coen meninggal dunia di dalam benteng Batavia karena penyakit pada 20 September 1629.
Legasi, korupsi
VOC berhasil mempermainkan politik beras yang antara lain menjadi salah satu faktor keberhasilannya memperdaya/menguasai kerajaan-kerajaan di Jawa dan berbagai wilayah lain di Nusantara. Tapi VOC runtuh pada 31 Desember 1799 karena korupsi.
Siapa saja orang-orang dalam VOC di Nusantara?
Ricklefs, antara lain menuliskan seperti ini. VOC di Asia diisi orang-orang tidak bermutu, terutama menjelang runtuhnya. Ini disebabkan VOC sulit mendaptkan orang-orang terhormat yang punya keinginan menempuh karier berbahaya di Asia.
“VOC bukan hanya terdiri dari orang Belanda. VOC adalah orang-orang petualang, gelandangan, penjahat dan orang-orang bernasib buruk dari seluruh Eropa. Di dalam VOC, inefisiensi, ketidakjujuran, nepotisme dan alkoholisme.....”
Itulah VOC yang jago mempermainkan politik beras di Nusantara yang kemudian dilanjutkan oleh penjajah Pemerintah Belanda yang terwariskan dalam republik ini.
Di masa penjajahan setelah VOC gulung tikar, kolonial Hindia Belanda antara lain memperkenalkan produk-produk eksport seperti gula (tebu), kopi, cengkeh, nila, pala, teh dan seterusnya.
Tapi kolonial Belanda tetap berhati-hati dalam mengurangi sawah. Padi/beras tetap dipegang sebagai warisan dari VOC dan itu terus berlanjut sampai saat ini dengan berbagai permasalahannya.
Permasalahan beras ini menimpa Soeharto menjelang karier di Angkatan Darat mulai menanjak. Di tahun 1956-an, ketika menjadi Panglima Tentara Terotorium (TT) IV di Jawa Tengah, bersama Bob Hasan mendatangkan atau impor beras dari Singapura dengan cara barter dengan gula.
“Ditengah-tengah saya mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, diisyukan bahwa saya adalah koruptor beras, memperkaya diri dari barter gula. Sampai-sampai saya dipanggil pimpinan Angkatan Darat.......,” demikian kata Soeharto dalam buku otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, yang diterbitkan tahun 1989.