Baca juga: Pukat UGM Nilai Cara Pandang MA terhadap Korupsi Berubah Setelah Artidjo Pensiun
Artidjo memang tidak sekadar bicara soal integritas. Ia menjadi bukti seorang penegak hukum yang berintegritas, sehingga masyarakat mencalonkannya sebagai hakim agung.
Saat masih sebagai pengacara, mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta itu tercatat sering menangani perkara berisiko.
Ia pernah menjadi penasihat hukum kasus Komando Jihad, kasus penembakan gali atau bromocorah di Yogyakarta, kasus Santa Cruz (Timor Timur), kasus pembunuhan wartawan Bernas Muhammad Syafruddin (Udin), dan ketua tim pembela gugatan Kecurangan Pemilu 1997 di Pamekasan, Madura.
Teror sudah menjadi bagian dari pergulatan hidupnya.
Saat membela perkara Santa Cruz (1992), Artidjo berulang kali diteror.
Seorang teman bercerita, mantan staf Human Right Watch di New York ini terpaksa membuat pembelaan bagi kliennya dengan hanya diterangi lilin. Sebab aliran listrik di tempatnya menginap tiba-tiba mati dan tidak menyala lagi.
Baca juga: Cerita Artidjo Bentak dan Usir Pengusaha yang Mau Coba Menyuapnya
Kasus mantan Presiden Soeharto dan Joko Tjandra
Kiprah Artidjo sebagai hakim agung semakin dikenal, karena dia berani berbeda pendapat dengan majelis hakim yang lain pada perkara mantan Presiden Soeharto dan skandal Bank Bali dengan terdakwa Joko Sugiarto Tjandra.
Pada kasus Joko Tjandra, ia menyimpulkan terdakwa bersalah dan dihukum 20 tahun. Dua hakim agung lain membebaskannya.
Putusan Joko Tjandra itu memperkenalkan dissenting opinion. Ini membuat pendapat Artidjo diketahui publik.