Iskandar adalah mantan tentara anak pasukan Agas dari komunitas Kristen. Dia berperang saat berusia 10 tahun. Sedangkan Iskandar merupakan mantan tentara anak di pasukan jihad. Dia bertempur di usia 14 tahun. Keduanya terlibat langsung pertempuran di sejumlah wilayah di Ambon.
Sudah banyak nyawa melayang di tangan kedua orang itu. Mereka menganggap pembunuhan dan pembakaran rumah warga itu adalah perang suci.
Namun setelah keduanya mendapatkan trauma healing di Young Ambassador for Peace (YAP), Ronald dan Iskandar menyadari bahwa peristiwa berdarah ini terjadi akibat komunikasi.
Baca juga: Kisah Yulianto, Penyandang Disabilitas yang Dukung Pemilu Lewat Relawan Demokrasi
“Saat bertemu pertama kali, kami sudah mau berkelahi lagi karena kami saling membenci. Namun lama-lama kami saling berkomunikasi hingga akhirnya kami saling berpelukan. Kini kami menjadi sahabat karib,” kata Ronald diamini Iskandar.
Ronald dan Iskandar kemudian mengajak pemuda lain dari dua agama untuk berdamai. Mereka membentuk banyak komunitas yang beranggotakan muslim dan kristen. Komunitas itu beragam minat, mulai dari seni tari, musik, pecinta lingkungan dan lain sebagainya.
Lalu Ronald membentuk komunitas Red Home yang merangkul seluruh komunitas tadi.
Persahabatan mereka diabadikan dalam bentuk baliho besar yang didirikan di pusat kota.
“Baliho kami sangat besar dan bisa mengalahkan baliho caleg,” kata Iskandar sambil tertawa.
5. Alffy Rev aransemen lagu nasional