KOMPAS.com - Rencana pemerintah dalam membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir (ABB) menuai polemik.
Ba'asyir yang sebelumnya divonis 15 tahun penjara pada 2011, kini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Beberapa waktu lalu, beredar wacana pembebasan tanpa syarat yang akan diterima oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki di Solo, Jawa Tengah ini.
Namun, seiring berjalannya waktu harapan itu pupus. Rencana pemerintah untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir tanpa syarat memberatkan, seperti yang disebut Yusril Ihza Mahendra selaku penasihat hukum Presiden Joko Widodo, kemungkinan dibatalkan.
Dirinci dari awal kasus isu berembus, berikut kronologi singkatnya.
Pembebasan tanpa syarat
Abu Bakar Ba'asyir dikabarkan akan mendapatkan kebebasan tanpa syarat pada awal pekan ini. Rencana ini awalnya disampaikan Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menyebut, Jokowi memberikan kebebasan ini atas dasar kemanusiaan, mengingat usia Ba'asyir yang sudah tua dan kondisi kesehatan yang semakin menurun.
Kebebasan yang akan diberikan ini berupa kebebasan murni, bukan bersyarat, bukan pula menjadikannya sebagai tahanan rumah.
Ini sesuai permintaan Presiden Joko Widodo yang menginginkan proses pembebasan jangan dibebankan dengan syarat-syarat yang memberatkan.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Dibebaskan Tanpa Syarat
Persiapan penyambutan
Kabar rencana pembebasan Ba'asyir menjadi angin segar bagi pihak keluarga juga segenap pengurus dan santri di ponpesnya.
Menanggapi hal ini, berbagai persiapan penyambutan sudah dilakukan oleh keluarga dan pihak Ponpes Al Mukmin Ngruki.
Persiapan itu mulai dari membersihkan rumah dan kamar yang nantinya akan ditempati Ba'asyir pasca-bebas, hingga mendirikan tenda jika banyak tamu yang datang.
Rencana untuk menggelar syukuran di Ponpes Al Mukmin Ngruki, juga keluar dari mulut putra Ba'asyir, Abdul Rohim Ba'asyir.
Baca juga: Begini Persiapan Keluarga Jelang Bebasnya Abu Bakar Baasyir
Dipertanyakan
Wacana pembebasan Ba'asyir banyak dipertanyakan karena dinilai tidak memiliki landasan hukum yang tetap.
Salah satunya disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju.
"Skema pembebasan yang diberikan Presiden tersebut dipertanyakan, karena menurut keterangan dari Kuasa Hukum Abu Bakar Ba'asyir pembebasan tersebut bukanlah pembebasan bersyarat dan juga bukan grasi," kata Anggara.
Adapun sistem pembebasan yang harus ditempuh adalah melalui pembebasan bersyarat atau melalui hak abolisi atau amnesti eksekutif.
Amnesti dan abolisi bisa diambil presiden atas masukan dari Mahkamah Agung (MA). Namun, jika pembebasan karena kedua cara ini, berarti pihak bersangkutan dibebaskan karena dinyatakan tidak bersalah atas dakwaan selama yang diterima selama ini.
Baca juga: ICJR Pertanyakan Skema Pembebasan Abu Bakar Baasyir oleh Jokowi
Sementara dalam pembebasan bersyarat, salah satu hal yang harus dipenuhi adalah ketaatan terpidana terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila.
Ba'asyir dikabarkan tidak bersedia menandatangani pernyataan tertulis terkait pernyataan ini.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut, Indonesia tak mengenal pembebasan tanpa syarat seperti yang dilakukan pemerintah terhadap Ba'asyir saat ini.
Menanggai polemik ini, pengacara Baasyir, Muhammad Mahendradata, tidak mengetahui landasan hukum apa yang digunakan untuk membebaskan kliennya itu.
"Tidak tahu, itu tanya Yusril, mekanisme hukum ada pada Yusril," ucapnya.
Batal bebas
Sebelum diputuskan, titah presiden itu terlebih dahulu dikaji oleh pihak-pihak terkait untuk memastikan segala perundangan yang berlaku sudah terpenuhi.
Satu-satunya jalan pembebasan yang mungkin dilakukan adalah bebas bersyarat. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh terpidana.
Untuk itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto bersama pihak terkait melakukan kajian mendalam terkait rencana pembebasan ABB.
Hasil dari kajian tersebut, Ba'asyir batal dibebaskan karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang diminta. Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Presiden, Moeldoko.
"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," kata Moeldoko.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Batal Bebaskan Abu Bakar Baasyir, Ini Sebabnya...