Putri sulung Panjaitan, Catherine, menyaksikan penembakan itu. Dia terlihat shock saat ayahnya ditembak.
Setelah gerombolan tentara itu pergi, didatanginya tempat ayahnya ditembak. Darah yang masih berlumuran di teras itu pun dipegangnya penuh haru. Kemudian, tangan yang penuh darah itu diusapkannya ke wajah. Â
***
Cerita di atas merupakan salah satu adegan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKIÂ (1984) besutan sutradara kawakan Arifin C Noer.
Bagi anak-anak yang besar pada periode 1990-an, tentu tidak asing dengan film yang menggambarkan peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang dalam film itu disebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia.
Sedangkan adegan putri Panjaitan yang membasuh wajahnya dengan darah, merupakan salah satu adegan yang sulit dilupakan bagi penontonnya.
Tidak hanya itu, sejumlah kutipan yang berasal dari film itu juga masih terngiang hingga sekarang. Misalnya, "Darah itu merah, jenderal", yang muncul saat adegan penyiksaan terhadap tujuh jenderal Pahlawan Revolusi di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Kutipan lain? "Jawa adalah kunci!"
Saat mendengar kalimat itu, tentu terbayang adegan rapat-rapat PKI yang begitu serius, dalam ruangan penuh asap rokok.
Secara garis besar, film yang dibuat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ini mencoba menggambarkan situasi negara yang begitu kacau pada 1965, saat terjadi "pemberontakan PKI".
Pro dan kontra pun mengiringi keberadaan film ini. Sebagian orang percaya dengan brutalnya kisah yang disajikan. Sedangkan, sebagian yang lain meragukan cerita yang ditampilkan sama seperti sejarah yang terjadi saat itu.