Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

5 Negara yang Paling Terdampak Jatuhnya Mata Uang Negara Berkembang

1 September 2018   20:29 Diperbarui: 1 September 2018   20:34 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga berjalan melewati papan informasi terkait nilai tukar uang Lira di Istanbul, Turki, 13 Agustus 2018. Dirundung krisis ekonomi, nilai tukar mata uang Turki lira merosot tajam. Hingga Jumat (10/8/2018) lalu, posisi lira anjlok 15,88 persen ke level 6,4323 per dollar Amerika Serikat (AS).

HONGKONG, KOMPAS.com - Keadaan ekonomi makin sering bergejolak tahun ini. Mata uang beberapa negara runtuh di bawah tekanan dari berbagai kekuatan termasuk kenaikan suku bunga Amerika Serikat, bentrokan politik, dan perang perdagangan global.

Tekanan telah mengungkap kelemahan di beberapa pasar negara berkembang, terutama ketergantungan pada pendanaan dari investor asing yang lebih cenderung menarik uang mereka ketika mata uang lokal jatuh nilainya.

Baca juga: Tak Hanya Rupiah, Mata Uang Negara-negara Ini Juga Anjlok

Kekhawatiran tentang Argentina dan Turki telah mendorong investor yang masih ragu untuk mundur dari pasar ekonomi lain yang dipandang rentan. Pada hari Jumat (31/8/2018), mata uang Indonesia pun jatuh ke level terendah terhadap dolar AS sejak krisis keuangan Asia 20 tahun lalu.

Dikutip dari CNN Money, inilah 5 negara selain Indonesia yang paling merasakan dampaknya.

1. Turki

Mata uang Turki telah jatuh karena campuran kekuatan politik konfrontatif, kebingungan kebijakan ekonomi, dan kenaikan suku bunga AS. Lira telah jatuh lebih dari 40 persen terhadap dollar AS sejak Januari 2018.

Banyak perusahaan Turki telah berusaha untuk menurunkan biaya pinjaman mereka dalam beberapa tahun terakhir dengan mengambil pinjaman dalam mata uang asing. Para pengamat khawatir mereka saat ini bisa jatuh karena pinjaman tersebut tapi pelanggan membayar mereka dengan lira.

Presiden Recip Tayyip Erdogan telah membuat investor terkesima dengan menolak seruan kenaikan suku bunga untuk mencoba mengendalikan inflasi yang merajalela.

Analis mengatakan kerusakan sudah muncul dalam data ekonomi. Kemerosotan lira telah menyebabkan orang-orang Turki dan perusahaan merasa lebih buruk, memukul pengeluaran konsumen, dan kepercayaan bisnis.

"Tidak jauh dari kenyataan bahwa ekonomi Turki mengalami kemerosotan yang mendalam," ujar ekonom senior emerging market di perusahaan riset Capital Economics Jason Tuvey yang dilansir dari CNN Money.

 2. Argentina

Peso Argentina memiliki lebih dari separuh nilai terhadap dollar AS sejak awal tahun ini.

Ketika mata uang itu menukik jatuh lagi minggu ini, pemerintah meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mempercepat pembayaran dari kesepakatan 50 miliar dollar AS yang dibentuk awal tahun ini.

Bank sentral Argentina pada Kamis menaikkan suku bunga utamanya dari 45 persen menjadi 60 persen dalam upaya mendorong investor untuk mempertahankan peso mereka.

Dikatakan, pihaknya berencana untuk mempertahankan suku bunga pada tingkat itu sampai setidaknya Desember dan beberapa analis mengatakan suku bunga itu tidak akan turun sampai pertengahan tahun depan. 

Namun langkah luar biasa itu gagal membendung keruntuhan mata uang peso Argentina.

Menurut Moody's yang dilansir dari CNN Money, hampir 70 persen dari utang pemerintah Argentina dalam mata uang asing. Hal ini akan jadi semakin sulit untuk dibayar karena peso merosot.

 3. India

Rupee India mencapai rekor terendah baru terhadap dollar AS pada Jumat (31/8/2018), sebagai bagian dari aksi jual pasar yang lebih luas. Sudah hampir 10 persen sejak awal tahun ini.

Ekonomi India belum menunjukkan banyak tanda kelemahan. Saat ini, India jadi ekonomi utama yang tumbuh paling cepat di dunia, dan melaporkan data kuartal kedua Jumat malam.

Namun, hal itu sangat bergantung pada impor energi yang menempatkannya dalam posisi rentan karena harga minyak naik. Hal ini membantu mendorong inflasi ke tingkat yang tidak nyaman bagi bank sentral.

Faktor-faktor lain yang membebani mata uang adalah perang perdagangan global dan tingkat kenaikan suku bunga AS yang membuat harga aset dalam rupee dan mata uang negara berkembang lainnya kurang menarik.

 4. Brazil

Politik telah membebani mata uang Brazil, real, yang dalam beberapa bulan terakhir ini merosot 20 persen terhadap dollar AS sejak awal Januari.

Investor khawatir tentang hasil pemilihan presiden yang dijadwalkan Oktober nanti. Mereka berharap warga Brazil akan memilih pemimpin pro-bisnis yang dapat melakukan reformasi keuangan besar seperti memotong defisit anggaran negara. 

Tapi jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan dukungan kuat untuk kandidat yang lebih kiri seperti mantan presiden Luiz Inacio Lula da Silva. 

"Kurangnya kejelasan bahwa calon yang ramah investor akan menang harus mempertimbangkan aset lokal," ujar kepala ekonom Amerika Latin di bank investasi ING Gustavo Rangel dikutip dari CNN Money.

Dia menunjukkan bahwa bank sentral Brazil memiliki banyak amunisi dalam bentuk cadangan devisa untuk melawan kelemahan lebih lanjut dalam mata uang jika perlu.

Mata uang Brazil juga tertekan pada awal tahun oleh pemogokan nasional pengemudi truk yang mendorong inflasi dan mengganggu pertumbuhan ekonomi.

 5. Rusia

Rubel Rusia anjlok dalam beberapa bulan terakhir dalam menghadapi sanksi ekonomi. Mata uang mereka telah merosot sekitar 15 persen terhadap dollar AS tahun ini. 

Rusia telah diperas selama bertahun-tahun oleh sanksi Barat, yang dikenakan atas keterlibatannya dalam konflik di Ukraina.

Seperti banyak negara lain, Rusia pun dipukul dengan tarif baru dari AS atas baja dan aluminium.

Investor khawatir akan ada lebih banyak sanksi termasuk langkah-langkah penargetan bank dan perusahaan energi. Pemerintah Rusia telah menjual utang Treasury AS dan membeli emas dalam beberapa bulan terakhir. 

Namun, beberapa analis mengatakan kenaikan harga minyak tahun ini akan mengimbangi sebagian besar kerusakan dari rubel yang lebih lemah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun