Masa uji coba yang akan dilakukan selama satu bulan merupakan sarana penyesuaian operasional LRT dengan perilaku warga Jakarta yang akan menjadi penumpangnya. Allan mengatakan, operasional LRT diatur berstandar internasional yang dikhawatirkan tidak sesuai dengan perilaku warga Jakarta.
Salah satunya adalah waktu dibukanya pintu kereta yang hanya 30 detik serta laju eskalator yang diatur lebih cepat dibanding eskalator pada umumnya.
"Kalau di sana (luar negeri), kan sudah puluhan tahun ada transportasi bagus seperti ini, kalau kita kan masih belajar. Itulah gunanya uji operasi," kata Allan.
Masa uji coba juga digunakan untuk memperoleh "jam terbang" sebanyak 2.000 jam demi memenuhi Izin Usaha Prasarana Perkerataapian dari Kementerian Perhubungan.
Dwi menargetkan, angka tersebut bisa dicapai dalam waktu dua hingga tiga bulan. Namum, ia ingin agar angka itu bisa dicapai dalam waktu yang lebih cepat.
"Kalau misalnya sehari 10 jam aja 200 hari, 200 hari itu hampir setahun, harus kita percepatlah," kata Dwi.
Corporate Secretary Jakpro Hani Sumarno menambahkan, angka 2.000 jam tersebut mesti diperoleh supaya kereta LRT dinyatakan 100 persen layak beroperasi. Saat ini kelayakannya baru mencapa 91 persen.
"Sebuah fasilitas dinyatakan ready untuk sampai tahap uji coba ini, untuk operasional cukup sampai 91 persen dan ini sudah sesuai jadwal," kata dia.
Baca juga: Menjajal LRT Jakarta dari Velodrome ke Kelapa Gading
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H