“Para pejabat publik akan selalu bermain anggaran karena biaya politik di Indonesia sangat mahal. Lihat saja sekarang untuk jadi anggota DPRD kabupaten saja butuh berapa uang yang harus dikeluarkan calon,” ungkapnya.
'Anjing penjaga'
Maraknya pimpinan daerah yang menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK akhir-akhir ini, menurut Fauzan juga dipengaruhi lemahnya sistem pengawasan di setiap tingkat pemerintahan.
Saat ini, ‘anjing penjaga’ adminstrasi dan keuangan daerah bernama Inspektorat dinilai sangat jinak.
Menurut Fauzan, Inspektorat dinilai tumpul karena masih berada di bawah satuan pemerintahan setempat.
Posisi tawar inilah yang akan berpengaruh terhadap independensi Inspektorat dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
“Saat ini inspektorat ada di bawah pemerintahan daerah, di mana pejabatnya dipilih dan diangkat langsung oleh bupati atau gubernur. Otomatis rasa sungkan atau ewuh-pekewuh pasti muncul dari pejabat pimpinan inspektorat,” ujarnya.
Baca juga: Terjadi Aksi Pengejaran Petugas KPK terhadap Seorang Pejabat di Purbalingga
Oleh karena itu, Fauzan menilai, wacana untuk menaikkan derajat inspektorat sebagai perangkat pemerintah pusat dirasa sangat mendesak.
Dengan berstatus sebagai perangkat pemerintah yang lebih tinggi, inspektorat akan lebih independen dalam bertugas sebagai ‘anjing penjaga’.