JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Farouk Muhammad menegaskan, pengesahan revisi Undang-Undang Antiterorisme diharapkan mampu mendorong Polri untuk memperkuat pencegahan dan deteksi dini dalam menghadapi ancaman terorisme.
"Di antaranya dengan meningkatkan operasi Intelijen, menggalakan kegiatan yang bersifat preventif dengan binmas dan polisi masyarakat, juga kegiatan patroli yang dilakukan secara rutin dan selektif dan tindakan penindakan hukum," kata Farouk dalam keterangan resminya, Sabtu (26/5/2018).
Baca juga: Kontras Minta Aparat Hati-hati Jalankan UU Antiterorisme
Farouk menilai pengesahan revisi ini telah menyediakan payung hukum yang relatif sempurna bagi aparat.
Dengan demikian, aparat diharapkan bisa lebih maksimal dan antisipatif dalam menghadapi kejahatan terorisme.
Di sisi lain, Farouk juga berharap pengaturan keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme harus jelas, mematuhi aturan hukum yang berlaku serta menghormati supremasi masyarakat sipil.
Baca juga: UU Antiterorisme Sah, Muncul Kekwatiran Polri Langgar HAM
“Pelibatan elemen kekuatan termasuk TNI dalam pemberantasan teror didasarkan ketentuan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku sesuai prinsip supremasi sipil serta hukum," katanya.
Ketua Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia ini juga mengapresiasi adanya pasal terkait perlindungan petugas dalam penanganan terorisme. Ia berharap hal ini akan dijabarkan lebih jelas lagi dalam aturan turunan.
Sebab, selama ini tanggung jawab besar aparat dalam melindungi masyarakat seringkali tak diiringi dengan perlindungan aparatnya sendiri secara maksimal.
Baca juga: Setara Institute: UU Antiterorisme Bukan Satu-Satunya Obat Mujarab Terorisme
Dalam pasal 33 dan 34 terkait perlindungan, pasal ini mengatur penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya.
Perlindungan diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Di UU sebelumnya, perlindungan hanya diberikan pada saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim saja.
Baca juga: Pasal-Pasal Penting yang Perlu Anda Tahu dalam UU Antiterorisme
Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Revisi Undang-undang (RUU) No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) menjadi undang-undang.
Undang-undang Antiterorisme disahkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H