Mulai dari tadarus, salat tarawih, Salat 5 waktu berjamaah dan mendengarkan tausiyah atau ceramah agama.
Budi mengaku dipercaya sebagai salah satu Takmir Masjid Darut Tabiin, karena dianggap tidak pernah berbuat kesalahan selama menjalani hukuman.
Tugas ini ia lakukan dengan ikhlas, lantaran disisa masa hukumannya yang akan berakhir pada akhir September 2018 ini dirinya ingin berbuat yang bermanfaat bagi orang lain, khususnya bagi sesama narapidana.
"Jika ada narapidana yang masih belum mau beribadah, kami malah semakin tertantang untuk mengajaknya, mulai dari membaca Al Quran hingga salat,” ujarnya.
Menurutnya, kebebasan menjadi hal yang paling didambakan oleh setiap narapidana. Mereka terpaksa menjadi pesakitan sebagai ganjaran atas kejahatan yang telah mereka lakukan.
Berada di sebalik tembok Benteng Willem I ini, kata Budi, dirasakan sebagi kasih sayang Tuhan dengan banyak memberikan waktu untuk merenungi setiap episode kelam dalam perjalanan hidupnya.
Apalagi di bulan Ramadhan yang penuh rahmat dan maghfirah (pengampunan) ini, Budi ingin memanfaatkan waktunya untuk berbuat baik dan beramal salih.
"Saya dulu terjerat kasus korupsi. Terkadang dalam tadarus ini meski tak tahu artinya, saya seperti sedang meratapi dosa," tuntasnya.
Kasubsi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas IIA Ambarawa, Maskuri, mengatakan, penghuni Lapas Ambarawa sebanyak 431 orang. Terdiri dari 385 narapidana muslim, 44 narapidana nasrani dan 2 orang narapidana beragama Budha.
"Mengaji menjadi salah satu syarat untuk asimilasi bagi narapidana. Kegiatan ini kami gelar secara bergiliran," kata Maskuri.
Ia menjelaskan, upaya pembinaan yang dilakukan kepada para penghuni Lapas Ambarawa ini dilakukan dengan dua pendekatan, yakni melalui pembinaan rohani dan pelatihan keterampilan.