Dari tahun ke tahun tuntutan para buruh selalu identik dengan perbaikan kesejahteraan dari sisi upah sebagai bagian intinya. Hanya ada satu-dua tuntutan yang berubah di tiap peringatan ini.
Sebagai contoh tahun ini, yakni Pencabutan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagai salah satu tuntutan buruh.
Selain itu, ada juga desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk mendorong Indonesia menjadi negara industri berbasis riset nasional serta keinginan agar diwujudkannya lima jaminan sosial di negeri ini, yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kematian bagi seluruh rakyat pekerja.
Terlepas dari seluruh tuntutan yang muncul pada peringatan May Day tahun ini, tak dapat dipungkiri pula bahwa tantangan yang menyelimuti kerja-kerja para buruh belakangan ini sungguh tidak mudah.
Kenaikan nominal upah setiap tahun, bahkan tahun ini di DKI Jakarta sudah menembus Rp 3.648.035. Tapi, itu seolah tak mampu menandingi tingkat inflasi harga-harga bahan pangan pokok maupun kebutuhan-kebutuhan lain.
Secara makroekonomi, inflasi memang masih terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) selaku otoritas berwenang mencatat inflasi tahunan (Maret 2018) baru 3,4 persen atau di bawah target pemerintah dalam APBN 3,5 persen.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan kenaikan harga-harga masih sulit dikendalikan. Misalnya, harga beras kualitas medium yang masih berada di atas Rp 10 ribu per kg. Belum lagi ongkos transportasi perlahan memberatkan akibat premium yang semakin sulit diperoleh.
Tantangan buruh juga semakin berat akhir-akhir ini. Revolusi Industri 4.0 mulai melanda berbagai negara. Salah satu indikator revolusi tersebut adalah industri menghubungkan mesin melalui sistem internet.
Robot pun digunakan dalam industri dan bisa dioperasikan 24 jam nonstop tanpa henti. Tanpa ada Revolusi Industri 4.0 saja peran buruh semakin dikurangi, apalagi jika revolusi ini mewabah di industri dalam negeri.
Pemerintah memang sudah berupaya mengantisipasi kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan membuat peta jalan. Para pekerja pun sudah diimbau untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya. Namun, semua itu tidaklah mudah, mengingat peningkatan kapasitas pun membutuhkan modal tidak sedikit.
Di situlah salah satu tuntutan buruh itu menjadi masuk akal. Pengembangan riset melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan maupun lembaga riset menjadi sangat diperlukan. Ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).