Lebih detil, tentu ada persyaratan lainnya, termasuk yang menyangkut metode dan teknis penelitian, misalnya ada tidaknya kelompok pembanding, yaitu kelompok pasien yang diberikan obat atau cara pengobatan yang sudah biasa dipakai. Syarat lain ialah bagaimana cara melakukan pengukuran adanya perubahan sebelum dan sesudah mendapat pengobatan secara objektif ilmiah. Â
Lalu ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh peneliti yang beretika, yaitu pasien yang ikut dalam uji klinik seharusnya tidak dibebani biaya penelitian. Kalau pun harus mengganti biaya tertentu, seharusnya disampaikan dengan jelas dan tertulis pula.
Tidak selalu mudah melakukan uji klinik. Beberapa masalah yang umum terjadi, antara lain dalam memasukkan subyek atau pasien ikut dalam penelitian. Cukupkah peneliti hanya berdasarkan keluhan umum pasien yang belum tentu benar? Mungkin saja seorang pasien mengeluh "Saya terkena stroke". Benarkah keluhan "stroke" dia sama dengan "stroke" sebenarnya menurut ilmu kedokteran? Belum tentu benar.
Mungkin juga pasien akan mengatakan, "Saya ingin mencoba pengobatan baru ini". Tahukah pasien bahwa cara ini memang belum pernah digunakan sebelumnya atau sedang dalam penelitian uji klinik? Di sinilah kredibilitas total seorang dokter yang sedang melakukan uji klinis dipertaruhkan.
Efek plasebo
Ada satu hal yang mungkin banyak orang tidak tahu, yaitu adanya efek plasebo. Efek plasebo adalah efek yang dirasakan positif oleh pasien seolah karena mendapatkan cara pengobatan itu, padahal apa yang diterima bukan obat ysng sebenarnya itu. Apakah itu berarti pasien sudah sembuh? Tentu tidak. Pasien yang hanya mengalami efek plasebo, tinggal menunggu waktu penyakitnya muncul kembali.
Dalam dunia uji klinik, secara internasional efek plasebo cukup tinggi, bahkan dapat mencapai 25-30%, dan ada yang lebih. Artinya apa? Sekitar 25-30% pasien yang mendapatkan "bukan obat yang sebenarnya" juga merasa sembuh seperti pasien yang mendapat obat sebenarnya. Bedanya akan tampak kemudian. Pasien yang hanya merasakan efek plasebo akan mengalami lagi masalahnya.
Kebetulan saya pernah melakukan beberapa kali uji klinik. Saya juga mendapatkan sekitar 30% subyek yang mendapat plasebo atau "bukan obat yang sebenarnya" juga merasa mengalami perbaikan. Konsekuensinya, setelah uji klnik berakhir, para pasien itu harus saya berikan obat yang sebenarnya. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban etik dan sekaligus ilmiah dalam uji klinik.
Kelompok pasien yang mendapat plasebo atau boleh juga kelompok obat standar mutlak diperlukan sebagai pembanding untuk menyimpulkan bahwa obat baru tersebut memang benar bermanfaat.
Dokter juga manusia   Â
Pada zaman Hipokrates dulu, para dokter dianggap manusia setengah dewa, seolah tidak pernah salah. Kini tentu saja anggapan itu terdengar konyol dan membuat kita tertawa terpingkal-pingkal. Pastilah dokter bisa salah, bisa tidak ilmiah, bisa melanggar etika, bisa ikut menjual produk tidak ilmiah, bisa terseret dalam iklan bohong, bisa juga mengiklankan diri, bisa juga terlibat korupsi, bisa salah ketika menjadi pembimbing penelitian, bisa protes ketika gajinya hanya di bawah UMR, dan mungkin ada seribu bisa lainnya. Dokter juga manusia, bukan? Apalagi dokter yang tidak mau atau tidak sempat meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan klinisnya.