JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menilai wajar Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta proyek pengadaan e-KTP diteruskan.
Hal itu disampaikan Aher menanggapi pernyataan mantan politisi Demokrat Mirwan Amir dalam sidang terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto. Mirwan mengaku telah meminta agar proyek tersebut dihentikan namun SBY menolak.
Agus mengatakan, saat itu SBY beralasan agar tak ada penggandaan KTP yang bisa disalahgunakan dalam pilkada dan selainnya.
"Latar belakangnya ingin menggantikan KTP konvensional itu, kan bisa menimbulkan hal rancu. Misal mudah digandakan dan untuk melibatkan dalam pilkada. Kalau dobel itu mengurangi rasa demokrasi juga, pelanggaran," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Ia juga menilai saat itu SBY berniat agar masyarakat memiliki identitas tunggal untuk meminimalisasi kejahatan, sehingga sangat berguna bagi masyarakat.
"Namun kita ketahui di dalam pelaksanannya kan terjadi penyimpangan sana sini bahkan dugaan korupsi. Di balik itu ada mengarang cerita apalagi menyangkutpautkan Pak SBY. Pak SBY clear, clean tak ada sangkut paut penyimpangan," kata Agus lagi.
(Baca juga: Fakta Sidang Setya Novanto, dari Munculnya Nama SBY hingga Gamawan Fauzi)
Ia pun meminta semua pihak fokus pada pengusutan kasus tersebut untuk memberantas korupsi, bukan menyangkutpautkan SBY di dalamnya yang menurutnya tidak berkaitan sama sekali.
Lagi pula, menurut Agus, jika SBY menyetop proyek tersebut maka melanggar sebab itu amanah dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
"Jelas kalau presiden menyetop bertabrakan dengan undang-undang. Tentunya presiden bisa dipersalahkan. Marilah jangan karang cerita tak berdasarkan hukum. Ini kan sesuatu hal membuat keresahan dalam masyarakat," lanjut Agus.
Sebelumnya pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya menilai, fakta persidangan berupa keterangan saksi telah mengungkap siapa sebenarnya aktor besar di balik proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun, saksi yang dimaksud Firman adalah mantan politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir.
"Mirwan bilang, dia sampaikan kepada pemenang Pemilu 2009 bahwa urusan e-KTP ini ada masalah, jangan dilanjutkan. Tapi instruksinya tetap diteruskan. Jadi jelas yang namanya intervensi, ini yang disebut kekuasaan besar," kata Firman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H