Yang paling populer adalah tanggal itu sebenarnya merupakan tanggal perayaan masyarakat non-Kristiani atas Dewa Matahari. Matahari dipuja sebagai solar invicti, surya yang tak terkalahkan.
Kekristenan kemudian “mengakuisisi” tanggal itu dan menempatkan Yesus sebagai pusat perayaan. Jauh mengatasi Mahatari, Yesus adalah yang tak terkalahkan. Ia menaklukkan kematian dan bangkit di hari ketiga setelah wafat di kayu salib.
Siklus
Semenjak itu, Natal kita rayakan setiap tahun. Natal berasal dari bahasa latin yang artinya lahir. Maka, secara umum natal bisa dimengerti sebagia kelahiran. Kita sering mendengar istilah dies natalis, artinya hari lahir.
Setiap tahun kita tidak hanya merayakan hari kelahiran Yesus, tapi juga hari kelahiran kita. Lantas, apa artinya Natal yang dirayakan setiap tahun?
Nah, ini yang menarik buat saya tentang Natal: perayaan yang kita rayakan setiap tahun menyiratkan bahwa kita hidup di dalam sebuah sistem semesta yang berbentuk siklus. Pada periode waktu tertentu kita akan bertemu kembali pada satu titik waktu yang sama.
Itulah kenapa kita selalu merayakan hari ulang tahun pada satu periode waktu satu tahun.
Semua bentuk kalender, apakah kalender Masehi, Hijriyah, Saka, Jawa, China, bahkan kalender suku bangsa Maya, sesungguhnya berpusat pada sebuah sistem siklus yang berulang dari waktu ke waktu.
Bumi berotasi pada sumbunya adalah sebuah siklus. Bumi mengitari Matahari juga sebuah siklus. Tata bintang dan planet-planet bergerak dalam sebuah siklus waktu.
Siklus itu bergerak teratur dalam sebuah tertib hukum yang sedemikian rupa sehingga tidak ada kekacauan.
Begitu kagumnya Albert Einstein pada tata hukum semesta sampai-sampai ia berujar bahwa Tuhan tidak sedang bermain dadu. Yang ingin dikatakan Einstein adalah bahwa semesta ini bergerak dalam sebuah sistem padu yang menciptakan keteraturan.