KOMPAS.com - Baru-baru ini, para astronom kembali menemukan sebuah lubang hitam.
Temuan kali ini benar-benar raksasa. Pasalnya, massa lubang hitam tersebut 800 juta kali massa matahari.
Jaraknya pun terbilang sangat jauh dari bumi, yaitu 13 miliar tahun cahaya. Oleh karena itu, lubang hitam ini menjadi paling jauh yang pernah terdeteksi sejak saat alam semesta hanya lima persen dari yang sekarang atau sekitar 690 juta tahun setelah Big Bang.
"Mengumpulkan semua massa ini dalam waktu kurang dari 690 juta tahun merupakan tantangan besar bagi teori pertumbuhan lubang hitam supermasif," kata Eduardo Banados, pemimpin penelitian ini dikutip dari Science Alert, Rabu (6/12/2017).
Baca Juga: Kejutkan Astronom, 11 Bayi Bintang Lahir di Dekat Lubang Hitam
Lubang hitam bernama J1342+0928 tersebut berada di tengah cakram super terang dan mengorbit di tengah galaksi, serta membentuk obyek bernama kuasar.
Ia ditemukan dalam data dari tiga survei besar: data z-band dari DECam Legacy Survey di Cerro Tololo Inter-American Observatory, dan data inframerah dari Wide-field Infrared Survey Explorer milik NASA dan UKIRT Infrared Deep Sky Survey.
Lubang hitam sendiri memang tidak memancarkan cahaya, tetapi gesekan debu dan gas yang berputar di sekitarnya karena ditarik oleh kekuatan gravitasi menimbulkan cahaya.
Selain itu, kuasar yang terbentuk merupakan benda paling terang di semesta. Obyek ini memancarkan cahaya ribuan kali lebih kuat daripda galaksi besar.
Meski demikian, seluruh kuasar yang pernah ditemukan sampai saat ini begitu jauh sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Dengan kata lain, kuasar hanya dapat dilihat menggunakan teleskop.
Para peneliti juga mendapati bahwa J1342+0928 sangat tua, sehingga dapat membantu kita mengenali titik penting dalam sejarah alam semesta yang disebut dengan Epoch of Reionisation.
Baca Juga: Lubang Hitam Raksasa Ditemukan di Dekat Pusat Bima Sakti
Tepat setelah Big Bang, alam semesta adalah semacam "sup purba" yang gelap dan panas dalam skala kosmik, serta berkembang dengan cepat.
Saat meluas, semesta kemudian mendingin dan menyebabkan proton dan neutron mulai bergabung menjadi atom hidrogen terionisasi. Sekitar 240.000-300.000 tahun setelah Big Bang, atom hidrogen ini menarik elektron hingga menjadi hidrogen netral.
Pada titik ini, cahaya bisa berjalan bebas melalui alam semesta karena tak ada lagi elektron bebas.
Tapi hal tersebut tidak akan terjadi sampai gaya antara bintang pertama dan galaksi dalam ruang kosong yang penuh hidrogen. Saat itu cahaya dari bintang ini muncul. Tak lama sesudahnya, berdasar teori modern, hidrogen netral akan tertarik ke wilayah gravitasi dari bintang baru tersebut atau galaksi baru, quasar atau juga bisa kombinasi ketiganya.
Proses reionisasi hidrogen netral dimana membelahnya menjadi proton dan elektron, terjadi di  Semesta ini. Sekitar 1 miliar tahun setelah Big Bang, proses reionisasi tersebut selesai.
Tapi tepat ketika Epoch of Reionisation dimulai, mekanisme terperinci itu sulit dipastikan.
"Reionisasi adalah transisi besar terakhir Semesta, dan ini adalah salah satu batas arus dalam astrofisika," kata Bañados.
Di sinilah J1342 + 0928 masuk. Analisis cahaya menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan dari ruang di sekitar itu masih hidrogen netral, 690.000 tahun setelah Big Bang.
Hal ini berarti reionisasi mungkin terjadi agak lambat dalam masa kehidupan Semesta.
Dalam ilustrasi di atas, kita dapat melihat gambaran skematis dari apa yang dapat kita pelajari dari hasil quasar baru ini: pengamatan menggunakan salah satu teleskop Magellan (kiri bawah) memungkinkan kita untuk merekonstruksi informasi tentang Zaman Reionisasi ("gelembung" setengah kanan) yang mengikuti Big Bang (kanan atas).
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Nature ini merupakan bagian jangka panjang untuk menemukan kuasar awal dari alam semesta. Tim peneliti memperkirakan bahwa ada 20 hingga 100 benda yang seterang dan sejauh J1342+0928 yang dapat ditemukan di seluruh langit.
Dengan menemukan lebih banyak, para astronom akan dapat mengumpulkan data statistik tentang alam semesta awal dan Epoch Reionisation. Harapan para astronom yaitu mampu menemukan model evolusi galaksi.
"Ini penemuan yang sangat mengasyikan, ditemukan dengan menjelajahi generasi baru survei luas dan sensitif yang dilakukan para astronom dengan menggunakan survei jarak jauh inframerah NASA di orbit dan teleskom berbasis darat di Chile dan Hawaii," kata Daniel Stern dari NASA's Jet Propulsion Laboratory.
"Dengan beberapa fasilitas termutakhir, bahkan lebih sensitif dari alat yang sedang dirakit, kita bisa melihat banyak penemuan menarik di alam semesta pada tahun-tahun mendatang," tutupnya.
Baca Juga: Ditemukan, Sepasang Lubang Hitam yang Akan Berdansa Sampai Kiamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H