JAKARTA, KOMPAS.com - Tim biro hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa ada yang aneh dengan barang bukti berupa dokumen yang ditunjukan pengacara Setya Novanto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2017).
KPK menilai dari 41 barang bukti, ada beberapa dokumen yang sifatnya sangat rahasia. Dokumen itu terkait KPK, Polri, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tim biro hukum KPK kemudian mempertanyakan asal usul diperolehnya barang bukti tersebut. KPK menduga barang bukti itu diperoleh secara ilegal.
 "Dalam barang bukti yang diajukan pemohonn, kami tidak melihat apakah ada surat permintaan dari pemohon dan ada surat jawaban atau tanggapan dari KPK," kata anggota biro hukum KPK Efi Laila dalam sidang praperadilan.
Baca juga : Hakim Praperadilan Novanto: Kalau Sidang Dilanjut Apa Masih Ada Manfaatnya?
Terdapat empat dokumen barang bukti yang dipertanyakan oleh biro hukum KPK. Pertama, bukti laporan BPK pada 23 Desember 2013, tentang hasil pemeriksaan kinerja penindakan tahun 2009-2011 pada KPK.
Kedua, dokumen berupa surat KPK tentang usul pemberhentian penyidik KPK Ambarita Damanik dari instansi Polri. Efi mengatakan, surat tersebut sangat rahasia dan hanya diketahui oleh internal KPK, dan tidak diberikan kepada pihak di luar KPK.
 Ketiga, surat salinan putusan kepala Polri tentang pemberhentian dengan hormat Ambarita Damanik dari dinas Polri.
"Surat itu terbatas. Bagaimana perolehan surat itu, karena itu spesifik pada personal yang bersangkutan, tidak untuk umum," kata Efi.
Baca juga : Otto dan Fredrich Mundur dari Tim Pengacara Novanto, Ini Komentar Maqdir
Keempat, barang bukti berupa laporan BPK tentang laporan hasil pemeriksaan keuangan KPK. Padahal, menurut Efi, laporan itu khusus pada pertanggungjawaban pengendalian keuangan di internal KPK.
 Meski demikian, hakim tunggal Kusno menilai pertanyaan KPK mengenai surat permintaan dokumen dan asal usul dokumen tidak relevan dibahas dalam praperadilan. Hakim merasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab oleh pengacara Novanto.
 Hakim mempersilakan KPK menanyakan asal usul dokumen tersebut pada instansi terkait yang mengeluarkan.
"Tolong saudara termohon (KPK) menanyakan pada instansi yang memberikan. Kalau dari BPK ya ke BPK, kalau polisi ya pada polisi, apakah itu legal atau tidak legal. Kami hanya melihat asli atau tidak," kata Hakim Kusno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H