Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dituduh Curi Singkong Parut, La Gode Tewas di Markas Tentara...

30 November 2017   06:44 Diperbarui: 30 November 2017   08:59 1615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, Yati Andriani dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (10/12/2016).

Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, Yati Andriani dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (10/12/2016).JAKARTA, KOMPAS.com - La Gode ditemukan tewas pada 24 Oktober 2017 sekitar pukul 04.30 WIT. Sekujur tubuhnya penuh luka. Delapan gigi geliginya hilang. Kuku kakinya tercerabut.

La Gode. yang dituduh mencuri singkong parut itu, tewas di markas tentara tanpa menjalani proses peradilan.

 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maromoi, Maluku Utara, menduga kuat, Gode menjadi korban penyiksaan oleh tentara.

 "Kami menduga kuat Gode adalah korban penyiksaan hingga tewas oleh tentara," ujar Koordinator Kontras Yati Andriani kepada Kompas.com, Selasa (28/11/2017).

Dituduh mencuri 'gepe' 

Dari hasil investigasi, Kontras dan LBH Maromoi mencatat, pria asal Pulau Taliabu, Maluku Utara tersebut, awalnya dituduh mencuri singkong parut (gepe) seharga Rp 25.000 milik seorang warga bernama Egi pada awal Oktober 2017.

Baca: TNI Pastikan Serius Tangani Kasus La Gode yang Tewas di Markas Tentara

 Polisi kemudian menangkap dan melakukan penggeledahan. Bahkan, Gode ditahan selama lima hari di Pos Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Opspamrahwan) Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau.

 "Penggeledahan, penangkapan dan penahanan oleh anggota Pospol tidak sesuai prosedur. Semua tindakan yang dilakukan aparat tanpa disertai surat-surat resmi dari polisi. Penahanan selama lima hari di Pos Satgas TNI juga tidak disertai status hukum yang jelas," papar Yati.

Pada hari kelima ditahan tanpa menandatangani suatu surat apapun, Gode melarikan diri. Selama pelarian, ia sempat bertemu istrinya, YN.

Gode menceritakan kepada YN penyiksaan yang dilakukan aparat terhadapnya selama dalam tahanan.

Sekujur tubuhnya sakit, terutama padabagian rusuk dan punggung. Gode menyebut rasa sakit datang akibat dihajar habis-habisan oleh anggota Pos Satgas.

Gode tidak kuat menerima siksaan itu sehingga memilih melarikan diri.

Tewas mengenaskan 

 Pada Selasa, 24 Oktober 2017, YN bak tersambar petir. Pertemuan dengan suaminya merupakan pertemuan terakhir. Gode ditemukan tewas di dalam Pos Satgas.

 Kondisi jenazah Gode saat dibawa menuju Puskesmas untuk dilakukan visum sangat mengenaskan.  

 "Hal ini membuktikan bahwa kematian La Gode bukan berada di dalam lingkungan masyarakat, akibat adanya pengeroyokan oleh massa," ujar Yati.

 Yati mengatakan, memang ada surat yang dikumpulkan TNI berisi tanda tangan warga . Namun, surat itu tidak menjelaskan bahwa Gode dikeroyok massa hingga tewas.

Surat itu adalah persetujuan warga terhadap keberadaan Pos Satgas tetap berada di daerah itu. Surat itu tidak ada kaitannya dengan peristiwa yang dialami Gode.

 Menyesakkan bagi YN. Sang suami pergi tak kembali, ia justru diminta anggota Pos Satgas untuk tidak melapor ke polisi atas kematian Gode.

Permintaan itu cenderung intimidatif. Anggota Pos Satgas memberikan uang kerahiman sebesar Rp 1,4 juta per bulan. Mereka berjanji akan memberikan uang dengan jumlah itu hingga sembilan bulan ke depan.

 "Namun, atas pendampingan kami, YN sudah melapor atas tewasnya suaminya pada 20 November 2017 ke Polda Maluku Utara. Surat (laporan) nomor LP/30/XI/2017. YN juga sudah melapor ke Propam Polda Maluku Utara dengan surat nomor STPL/29/XI/2017/Yanduan," ujar Yati.

 Pasca-aduan itu, anggota Pos Satgas sempat mendatangi kediaman YN. Mereka menanyakan keberadaan YN yang kebetulan tidak ada di rumah.

 "Terhadap fakta–fakta di atas, kami menganalisis, dalam kasus kematian La Gode terdapat pola–pola yang dipakai anggota Pos Satgas dan anggota Pospol membelokkan fakta peristiwa yang sesungguhnya terjadi. La Gode sebenarnya menjadi korban dalam kasus ini dengan dicari–cari kesalahannya. La Gode dianggap telah melakukan tindak pidana hingga pantas untuk disiksa hingga tewas," ujar Yati.

 "Kami juga menyesalkan bahwa tidak berjalannya proses hukum sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang akan berdampak pada tindak kesewenang-wenangan aparat penegak hukum di daerah-daerah terpencil. seperti ini," lanjut dia.

Lapor LPSK

 Yati sudah bertemu Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Selasa siang. Kontras mendesak LPSK memberikan perlindungan maksimal terhadap YN beserta keluarganya.

LPSK secara khusus diminta untuk saksi-saksi yang mengetahui tindakan sewenang-wenang yang diduga dilakukan aparat kepada Gode.

 "Selain itu, Kontras juga mendesak LPSK untuk mengawal proses hukum yang tengah berjalan, baik di POM TNI, Propam Polda Maluku Utara dan Polda Maluku Utara," ujar Yati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun