"Harusnya data ini memacu dan memicu parpol untuk melakukan pembenahan untuk memperbaiki," kata Hanta.
Baca juga: Novanto Masih Bertahan Jadi Ketum Golkar karena Jasanya, Apa Saja?
Pengamat Politik Universitas Nasional Alfan Alfian menilai, keengganan Novanto mundur dari jabatan Ketua DPR menunjukkan minimnya budaya malu dalam politik Indonesia.
 Hal itu, kata dia, berbeda jauh dengan negara lain seperti Jepang.
Alfan mengatakan, meski Jepang dan Indonesia berkultur timur, budaya malu di Jepang lebih dijunjung tinggi ketimbang di Indonesia.
 Ia menyebutkan, kebanyakan politisi Jepang memilih mundur dari jabatannya setelah dituduh terlibat kasus korupsi. Salah satu contohnya, mantan Menteri Ekonomi Jepang, Akira Amari.
 Amari mengundurkan diri dari jabatannya pada Januari lalu setelah dituduh korupsi dan meminta maaf kepada masyarakat Jepang.
 Alfan menilai, perbedaan kontras tersebut terjadi karena minimnya penghargaan para politisi Indonesia terhadap etika politik.
Baca juga:Â Nurdin: Munaslub Golkar Tetap Digelar jika Novanto Menang Praperadilan
 Di Jepang, menurut dia, budaya politiknya lebih mengedepankan etika ketimbang formalitas hukum.
Oleh karena itu, meski belum berstatus tersangka, mereka merasa malu ketika diberitakan terlibat korupsi dan akhirnya memilih mundur dari jabatannya.