Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran Berharga bagi Dunia Olahraga dari Meninggalnya Choirul Huda

16 Oktober 2017   19:44 Diperbarui: 16 Oktober 2017   19:59 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KOMPAS.com – Kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, meninggal dunia dalam pertandingannya dengan Semen Padang FC.

Choirul mengalami benturan dengan rekan satu timnya, Ramon Rodgrogues dan penyerang Semen Padang, Marcel Sacramento.

Kasus meninggalnya Choirul menjadi sorotan publik. Di tengah detail sebab meninggalnya yang belum diungkap jelas, publik memberi komentar pertolongan pertama pada Choirul.

Terlepas dari sebab yang belum jelas dan perdebatan tentang pertolongan pertama, ada pelajaran penting bagi dunia olahraga Indonesia terkait insiden ini.

Dr dr Tri Maharani, Kepala Instalasi Gawat Darurat di RS Dungus, Madiun, Jawa Timur mengatakan, keterampilan tim medis olahraga di Indonesia belumlah dapat dikatakan baik.

Penanganan dalam keadaan darurat masih belum memenuhi standar.

 “Kita tidak punya alat pijat jantung yang bagus sehingga kalau ada kasus emergency, penanganannya kurang," kata Tri.

"Piat jantung tangan biasa bisa tapi kalau pertandingan besar gitu seharusnya pakai alat," imbuhnya.

 Tri bercerita tentang kasus Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Deerah Kota Batu, Achmad Suparto yang meninggal dunia saat bermain futsal.

Suparto terkana serangan jantung di tengah pertandingan dan tidak mendapat pertolongan pertama dengan benar.

 Untuk itu, menurut Tri, tim medis dalam pertandingan tidak hanya diisi orang yang punya keahlian terkait patah tulang, tetapi juga anggota medis dan alat pijat jantung.

Tri yang menjadi bagian dari tim dokter medis ASIAN Games 2018 itu juga mengatakan, sudah saatnya Indonesia menggagas pemeriksaan kesehatan sebelum bertanding.

Pemeriksaan itu bisa meliputi elektrokardiografi untuk memeriksa kesehatan jantung dan pemeriksaan fisik.

 “Apa dia ada cidera atau tidak itu harus diperiksa, atau ada riwayat aneurisma. Kalau pernah patah tulang pakai pengaman diri. Kalau perlu pemain itu tidak bertanding secara penuh,” kata Tri.

Baca Juga: Bagaimana Kasus Choirul Huda Beri Pelajaran tentang "Hypoxia"?

 Tri menuturkan, pemeriksaan kesehatan belumlah dilakukan pada semua cabang olahraga. Cabang olahraga tinju menerapkan pemeriksaan namun sebatas berat badan. Sedangkan sepakbola, menurut, Tri tak melakukan hal itu.

 “Saya beberapa kali lihat pertandingan sepakbola Indonesia jarang ya. Kalau pemeriksaan laboratorium, lihat elektokardiografi jarang. Ini perlu sehingga kami dokter emergency punya data apa yang harus disipakan. Harusya ada medical check up sebelum bertanding,” kata Tri.

Sementara itu, Alfan Nur Asyhar, dokter tim nasional U-16 Indonesia, mengungkapkan bahwa kasus Choirul Huda menegaskan perlunya pendidikan khusus bagi tim medis olahraga.

 "Mengeluarkan budget yang besar untuk medis saya rasa bukanlah kerugian," katanya.

Menurut Alfan, pengetahuan tentang cedera olahraga perlu dikuasai tim medis yang bertugas.

"Terkadang yang bertugas sebagai tim medis bukanlah seorang dokter, kadang fisioterapi, masseur, dan tenaga paramedis," katanya.

ia menambahkan, federasi juga perlu memikirkan penambahan alat yang diperlukan, mulai obat-obatan, alat emergency musculosceletal, emergency cardiorespiration, AED (defibrilator jantung), alat cek suhu udara dan kelembaban.

Alfan mengatakan, "Terjadinya kolaps atau pun susah napas di lapangan memang harus diselesaikan manajemennya di dalam lapangan sampai atlet bisa napas spontan sehingga dibawa ambulans dalam keadaan stabil."

Pemain pun perlu menguasai teknik pertolongan pertama agar bisa membantu rekannya.

"Kalau Fernando Torres (Atletico Madrid), pemain dalam lapangan sudah paham apa yang harus dikerjakan sambil menunggu tim medis masuk lapangan. Sementara kita belum tahu akan hal itu," imbuhnya.

Tri menuturkan, kasus ini menggarisbawahi perlunya dokter emergency di lapangan tempat bertanding untuk cabang olahraga apapun.

Baca Juga: Mengenal Kanker Lidah yang Merenggut Nyawa Andre Kurnia Farid

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun